SUBSTANSI DAN ASPEK-ASPEK SISTEM PERENCANAAN SISTEM PENDIDIKAN

SUBSTANSI DAN ASPEK-ASPEK SISTEM PERENCANAAN SISTEM PENDIDIKAN

Bashir

 
 

Tulisan ini ingin mendeskripsikan mengenai beberapa persoalan dalam perencanaan pendidikan yakni 1) persoalan substansi dan 2) aspek-aspek yang terkait dengan perencanaan pendidikan. Masalah substansi disini yakni terkait dengan pendekatan perencanaan pendidikan terutama tiga macam pendekatan krusial perencanaan pendidikan 1.1) pendekatan tuntutan social, 1.2) pendekatan nilai imbal (rate return) dan 1.3) pendekatan tenaga kerja.

Aspek-aspek yang terkait dengan perencanaan pendidikan misalnya, 2.1) masalah aspek kualitatif dan kuantitatif, 2.2) aspek efisiensi. Bagian pertama dimulai dari aspek-aspek yang terkait dengan perencanaan pendidikan sebagaimana berikut ini

A. Persoalan Aspek-Aspek Perencanaan Pendidikan

Aspek kualitatif dan Aspek kuantitatif dalam perencanaan pendidikan

Perencana pendidikan perlu memperhatikan sisi aspek kualitatif maupun kuantitatif dari perencanaan pendidikan ini. Mengingat perencanaan pendidikan merupakan upaya untuk membuat perkiraan ke depan mengenai kemungkinan arah yang bisa dilalui sesuai dengan garis kebijakan politik dari para pemimpin suatu Negara. Sehingga para perencana pendidikan senantiasa menghadapi beragam pertanyaan mengenai sifat dan cakupan keluasan tindakan yang diambil dalam menyusun perencaannnya.

Kedua aspek ini memang sangat dibutuhkan dalam perencanaan pendidikan, tidak mungkin perencanaan pendidikan hanya menekankan satu aspek saja, aspek kuantittaif misalnya, tetapi perencanaan pendidikan juga harus memperhitungkan segi kualitaüf karena perkembangan pendidikan bukan perluasan secara kuantitatif saja. Hanya dengan begitu, maka rencana pendidikan dapat menjadikan pendidikan lebih relevan, efisien, dan efektif.

 
 

Aspek kebutuhan tenaga

Para perencana pendidikan mulai melirik aspek pemenuhan kebutuhan tenaga kerja, (Coombs, 1967) tatkala mulai terjadi benturan antara kepentingan pendidikan dan kebutuhan tenaga kerja karena pertumbuhan ekonomi yang dimulai pada tahun 1950 ketika dimulainya rekontruksi ekonomi Negara-negara Barat yang memandang dunia pendidikan tidak lagi sebagai ” sektor ekonomi yang tidak produktif yang menyerap penggunaan biaya” tetapi merencanakan dan berusaha menguasai penerimaan murid dan hasilnya supaya sesuai dengan pola persyaratan tenaga kerja yang dibenarkan oleh para ahli ekonomi demi sehatnya ekonomi.

Perencanaan pendidikan dengan pendekatan kebutuhan tenaga kerja ini lebih disukai oleh para ahli ekonomi, alasannya karena ekonomi sebagai batu loncatan percapaian kemajuan bangsa. Sementara itu kemajuan ekonomi tidak cukup hanya berdasarkan ketersedian sumber-sumber fisik dan fasilitas, lebih dari itu diperlukan sumber daya manusia yang dapat memanfaatkan sumber fisik dan fasilitas itu untuk meraih kemajuan bangsa.

Mengedepankan pendekatan kerja dalam perencanaan pendidikan justru dapat mengerdilkan tujuan pendidikan itu sendiri, memang penting pencapaian kemajuan bangsa dari sisi ekonomi, tetapi bahwa perencanaan pendidikan yang didekati dari sisi kebutuhan tenaga kerja bisa mengakibatkan reduksi tujuan-tujuan lain dari perencaan pendidikan yang lebih luas hanya ditekankan pada kebutuhan tenaga kerja.

Terkait dengan penyedian sumber daya manusia ini, (Harbison, 1967) mengemukan beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam menyusun perencanaan pendidikan berdasarkan pendekatan tenaga kerja ini. Diantaranya adalah strategi yang dipilih dalam perencanaan pendidikan untuk kebutuhan tenaga kerja, beradar ideologi Negara, ideologi liberal cenderung menyatakan bahwa kebutuhan tenaga kerja ini diperlukan untuk memenuhi ambisi dan hasrat individu sedangkan dalam idelogi komunis, pendekatan tenaga kerja ini lebih dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Negara. Hanya bagi Indonesia tentu barangkali tidak sebatas hanya masalah ideologi, bisa saja karena budaya bangsa atau politik.

Selain ini, juga msalah pilihan prioritas pelbagi tingkat pendidikan dari dasar, menengah hingga atas. Ini juga berimplikasi pada pilihan penguatan salah satu dari tingkat pendidikan yang ada, tentu karena perencana pendidikan harus memprioritaskan tingkat pendidikan mana yang hendak dikembangkan. Terlebih lagi bisa menyangkut masalah kualtas dan kuantitas, misalnya ketika menekankan kualitas tentu akan mengabaikan kuantitas kesempatan belajar bagi anak-anak usia belajar.

Tidak menafikan adanya hubungan antara pendidikan dengan kerja, dan studi mengenai hubungan antara keduanya dilakukan untuk mencari metode mengembangakan sumber daya manusia. Perencanaan pendidikan dengan demikian jika diarahkan untuk tenaga kerja, (Sanyal, 2011) haruslah dapat meramalkan kebutuhan sumber daya manusia yang trampil untuk masa depan dengan percepatan sector jenis pekerjaan yang sangat spesifik, dan seringkali sayangnya, pendidikan masih meraba-merana dalam mempersiapkan peserta didik untuk pekerjaan masa depan yang saat ini belum ada dan belum terbayangkan sepert apa jenis pekerjaan di masa mendatang ini terkait dengan percepatan teknologi komunikasi dan infromasi.

Aspek Efisiensi

Dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu efisiensi internal dan eksternal sistem pendidikan. Efisiensi internal ditandai oleh tinggi rendahnya angka putus sekolah dan angka mengulang kelas. Efisiensi eksternal merujuk kepada efektivitas manajemen sistem pendidikan secara keseluruhan yang disebabkan oleh kelambanan dalam manajemen sistem pendidikan. Kelembanan ini disebabkan oleh profesionalisme, mekanisme proses pengambilan keputusan dsb.

Untuk mengefesienkan dan mengefektifkan sistem pendidikan diperlukan rencana terpadu yang mengaitkan masukan instrumental dan masukan lingkungan dalam proses perencanaan peningkatan efesiensi manajemn sistem pendidikan guna menghasilkan lulusan bermutu dan relevan dengan berbagai kebutuhan melalui pendayagunaan sumber daya pendidikan secra efisien.

Dalam pandangan ahli ekonomi, masalah efisiensi ini berkisar pada masalah alokasi dan efisensi itu sendiri. Yang pertama terkait prioritas alokasi sumber ekonomi yang terbatas pada berbagai sector termasuk sector pendidikan, dimana pengalokasian sumber ekonomi tentu pada sector yang terbaik. Kedua masalah efisiensi bagaimana menggunakan sebaik-baiknya alokasi sumber daya ekonomi yang teralokasikan itu sehingga menghasilkan yang sebaik-baiknya. Perencanaan pendidikan dalam masalah alokasi layak mendapatkan prioritas mengingat fungsi strategisnya kemajuan bangsa lewat pendidikan. Sedangkan dalam masalah efisiensi bisa lebih rumit karena melibatkan masalah pedagogis yang menimbulkan perdebatan sengit, demikian dalam (Coombs, 1967), ini tidak ubahnya seperti dalam kasus sertifikasi guru dan dosen yang melibatkan tarik ulur mengenai efisiensi yang terkait dengan masalah pedagogis.

B. Persoalan Substansi Perencanaan Pendidikan

Social demands approach

Inti dari pendekatan kebutuhuan social (Arifin, 2010) lebih ditekankan untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan. Artinya tingkat partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan masih rendah sehingga keterserapan usia sekolah untuk memperoleh pendidikan juga masih rendah, apalagi hingga pada tingkat partisipasi pembiayaan, pengelolaan, pengembangan bahkan penelitian untuk masa depan pendidikan.

Mengingat tingkat partsipasi masyarakat yang rendah terhadap pendidikan maka prencana pendidikan membuat perencaan pendidikan lebih mendekatkan dunia pendidikan kepada masyarakat, misalnya membangun sekolah yang tersebar ke seluruh penjuru, penyediaan guru yang dapat menjangkau semuanya, pembiayaan yang murah dan terjangkau. Sebab manakala aspek ini tidak diperhatikan maka menjadikan pendekatan social tidak efektif menjangkau keteserapan anak usia sekolah untuk bisa memperoleh pendidikan. Apalagi mempromosikan tingkat partisipasi masyarakat dalam memajukan sekolah.

Memang pendekatan kebutuhan social lebih ditekankan untuk memenuhi standar keterpenuhan masyarakat dalam memperoleh pendidikan terutama pendidikan dasar, jadi dimaksudkan memberikan pelayanan pendidikan dasar terutama yang diamanatkan oleh undang-undang dasar karana memang pendidikan merupakan tanggung jawab Negara. Konsekuensinya memang focus pada pemberian dan penyediaan sarana serata fasilitas pendidikan, dan belum focus pada aspek mutu pendidikan atau keterkaitan dengan dunia ketenagaakerjaan atau aspek ekonomi.

Pendekatan ini menghasilkan misalnya konsep pendidikan WAJAR (wajib belajar) dan PMU (pendidian menengah universal), seperti halnya yang dijumpai di Indonesia, bahkan dalam renstra pendidikan Indonesia disebutkan, perlunya menyelenggarakan PMU untuk mengejar ketertinggalan kesempatan memperoleh akses pendidikan bagi anak usia sekolah, dimana tanpa PMU dimungkin akan tercapai akses sekolah itu pada tahun 2050, dengan adanya PMU bisa memotong waktu tersebut hingga pada tahun 2020. Apalagi menyongsong gerbang ekonomi Indonesia baik bagian barat, tengah maupun timur.

Metode yang digunakan sebenarnya bisa dikatakan sangat sederhana, meskipun juga tidak mudah memperoleh fakta-fakta dasar dan perkiraan untuk menerapkannya seputar masalah tuntutan social ini. Metode menurut (Coombs, 1967) beranjak dari langkah pertama adalah mengumpulkan perkiraan yang tepat mengenai jumlah anak pada tingkatan usia tartentu yang ada di setiap daerah dan berapa di antaranya yang telah mengikuti pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Ini dibuat untuk mengetahui tingkat partisipasi yang sedang berjalan. Langkah berikut adalah meramalkan setepat mungkin jumlah pemuda pada tiap tahap usia sampai tahun 1980. Langkah ketiga adalah memilih beberapa tingkat sasaran partisipasi untuk tahun 1980 dan tahun-tahun antaranya dan menerapkannya di dalam kerangka rencana kependudukan, kemudian menentukan sasaran penerimaan murid yang pasti.

Langkah yang terakhir ini adalah langkah yang paling sulit karena secara logis diperlukan suatu penilaian yang menyeluruh dari beberapa faktor; sampai pada tingkat pendidikan apa yang dikehendaki oleh masyarakat, akan menelan biaya berapa, apa yang akan dicapai, berapa jumlah tenaga ketfja tcrdidik yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi bangsa dan berapa jumlah pekerjaan yang benar-benar dapat diciptakan, berapa besar bantuan luar negeri yang dapat diperoleh, dan sebagainya.

Rate of return approach

Para ahli ekonomi disamping menganjurkan untuk membuat perencanaan pendidikan berdasarkan tenaga kerja, juga mengemukakan pendekatan nilai imbalan (rate of return), dari alokasi sumber-sumber ekonomi untuk pendidikan. Seperti dikemukakan di muka, masalah pengalokasian sumber ekonomi juga merupakan permasalahan tersendiri dalam perencanaan pendidikan sebagai bagian keseluruhan dari perencanaan yang ada dalam suatu Negara. Perencanaan ini muncul juga karena berbagai kelemahan yang ada dalam pendekatan tenaga kerja.

Ini menandaskan bahwa semisal individu yang memiliki berbagai macam prioritas dengan anggaran terbatas yang dimilikinya, ia harus memutuskan suatu alokasi sumber ekonomi untuk sesuatu tentu mempertimbangkan untung-ruginya, atau nilai imbal dari sejumlah alokasi yang sudah dikeluarkannya tersebut. Perencanaan pendidikan dalam kacamata ahli ekonomi, juga harus mempertimbangan nilai imbalan tersebut dari alokasi sumber ekonomi yang diterimanya.

Memang menjadi pelik mengukur tingkat nilai imbalan para peserta didik di masa mendatang dengan hasil dari perencanaan pendidikan. Namun barangkali yang dapat dilakukan misalnya menukur tingkat penghasilan ekonomi berdasar tingkat pendidikan dengan menyingkirkan beberapa factor di luar pendidikan (seperti kecerdasan yang tinggi, motivasi, latar belakang keluarga, dan koncksi). Tetapi perbedaan pendapatan di masa mendatang ini sehubungan dengan perbedaan pendidikan, dihitung berdasarkan perbedaan masa lalu dan masa sekarang, diduga besarnya pendapatan ini akan tetap dalam masa mendatang.

Pendekatan rate of return dalam perencanaan pendidikan sesungguhnya juga dimaksudkan bagaimana merencanakan pendidikan ke depan yang lebih baik, lebih tepat, terlebih dengan pengalokasian sumber ekonomi, sehingga diharapkan pegalokasian itu benar-benar dapat menghasilkan ilmbalan yang setara. Dengan demikian perencanaan pendidikan dapat berupaya untuk memanfaatkan sebaik-baiknya sumber ekonomi itu untuk kemajuan pendidikan. Mengenai pemanfaatan alokasi sumber ekonomi ini dalam pendidikan terutama dalam unit sekolah misalnya dapat dilihat dalam tulisan (HalIak, 1967).

Namun pendekatan rate of return inipun juga bukan pendekatan yang terbaik, pendekatan nilai imbalan ini seperti pendekatan tuntutan masyarakat dan pendekatan tenaga kerja diperlukan dan dapat dipakai untuk perencanaan pendidikan. Setidak-tidaknya pendekatan tersebut menekankan perlunya meneliti alternatif-alternatif secara terus-menerus dan memperhitungkan untung rugi yang ditimbulkannya dengan sebaik mungkin sebelum dibuat suatu keputusan, Dengan ditingkatkannya metodologi dan data dasarnya, maka pendekatan itu dapat merupakan suatu pengarahan yang lebih mantap.

Manpower approach

(Callaway, 1971) Dalam bangsa yang berpenghasilan rendah di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, pusat perhatian tertuju pada pengangguran yang tersebar luas dan tumbuh di antara pemuda. Banyak di antara mereka yang telah bersekolah selama beberapa tahun (bahkan di antara mereka adalah luIusan Universitas) mencari pekerjaaan, tetapi, mereka tídak mendapatkan pekerjaan yang cocok dengan cita-cita atau sesuai dengan kompetensi keilmuan yang mereka pelajari saat diperkuaiahan. Selama beberapa dasawrsa ini fenomena jenis pengangguran ini semakin terbuka dan komulatif; setíap tahun jumlah penganggur makin bertambah. Ribuan penganggur meningkat menjadi рuluhan ribu penganggur, bahkan di beberapa negara mencapai ratusan ribu.

Para ahli ekonomi, mengakui bahwa sekarang tídak cukup pemusatan perhatian pada peningkatan pertumbuhan pendapatan rata-rata per kapita saja; pembangunan rancangan tahun 1970-an harus meliputi strategi terciptanya pekerjaan produkttf bagi sejumlah besar penganggur dan pekerja kurang tugas. Di antara para pendidik, telah timbul pula titik pembahkan dari gagasan yang semacam. Perluasan pendidikan formal yang terus-menerus menurut garis yang ada tidak lagi dianggap memadai. Timbul pertanyaan-pertanyaan: bagaimana caranya agar sistem-sistem pen¿dikan bisa dikaitkan lebih erat dengan kenyataan-kenyataan ekonond dan sosial? Khususnya, jenis pendidikan apa yang lebih langsung pengaruhnya kepada pembangkitan lapangan kerja dalam skalaluas?

Bagaimanapun, pendidikan tidak bisa berlepas tangan begitu saja terhadap penggaungguran ini, perencanaan pendidikan perlu melihat aspek man power ini, tentu untuk memberikan sumbangsaran pemecahan masalah penggangguran terutama terkait dengan pembangunan sumber daya manusia yang memadai.

(Harbison, 1967) menyarakan beberapa pertimbangan perencanaan pendidikan terkait dengan sumber daya manusia (man power), diantaranya adalah masalah perencanaan dan pembuatan strategi pendidikan, pilihan pelbagai tingkat pendidikan, pilihan antara mutu dan kualitas, pendidikan formal versus pelatihan non formal, kebutuhan, permintaan dan suplly.

Dalam dunia kerja misalnya, (Jacques Hallak in co-operation with Ibrahim M u s a 1980) pendidikan juga merupakan salah satu kriteria seleksi penerimaan pekerja atau pegawai, diantara usia dan jenis kelamin, factor pendidikan juga sangat berpengaruh. Misalnya dalam pekerjaan manager, teknisi, penjaga buku, sekretaris, supervisor, operator terlatih, operator tidak terlatih, sangat sedikit sekali pendidikan tidak ada relevansinya.

 
 

 
 

Referensi

Arifin. (2010). Konsep perencanaan, pendekatan dan model perencanaan pendidikan. Retrieved from https://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/konsep-perencanaan-pendekatan-dan-model-perencanaan-pendidikan/

Callaway, A. (1971). Educatíonal planning and unemployed youth. In C. E. Beeby (Ed.), Planning and the educational administrator. Paris: Intemational Institute for Educational Planning UNESCO.

Coombs, P. H. (1967). What it Educational Planning! (Istiwidayanti, Trans.). In C. E. Beeby (Ed.), Planning and the educational administrator. Paris: PENERBIT BHRATARA KARYA AKSARA — JAKARTA dan UNESCO: Lembaga Intemasional untuk Perencanaan Pendidikan.

HalIak, J. (1967). Тhe analysis of educational cost and expenditure. In C. E. Beeby (Ed.), Planning and the educational administrator. Paris: International Institute for Educational Planning UNESCO.

Harbison, F. (1967). Educational Planning and Human Resource Development (Soeheba.K, Trans.). In C. E. Beeby (Ed.), Planning and the educational administrator. Paris: UNESO.

Jacques Hallak in co-operation with Ibrahim M u s a , A. J. a. A. S. (1980). United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Vol. 1). Paris: United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization.

Sanyal, B. C. (2011). Education and employment. In E. b. M. B. a. N. V. Varghese (Ed.), Directions in educational planning International experiences and perspectives. Paris: International Institute for Educational Planning UNESCO.

  

PENGARUH PENDIDIKAN POLITIK DI INDONESIA DAN PEMBANGUNAN MANUSIA PANCASILA

PENGARUH PENDIDIKAN POLITIK DI INDONESIA DAN PEMBANGUNAN MANUSIA PANCASILA

Bashir 

Pendahuluan

Sudah seharusnya partai politik menyelenggarakan pendidikan politik sehingga bisa melahirkan kader-kader politik bagi suatu partai yang akan memberikan corak dan arah bagaimana kader partai dengan ideologinya itu menggerakkan partai menjunjung tinggi kepentingan lahirnya kebijakan-kebijakan yang pro public. Gairah berpolitik bukan berdasarkan kepentingan perebutan kekuasaan atau berbagi kue ekonomi atau melanggengkan kepentingan. Ketiadaaan pendidikan politik hanyalah akan melahirkan kader-kader politik yang oportunis.

Pancasila sebagai falsafah negara sudah seharusnya menjadi landasan dalam pendidikan politik ini, maka tatkala pendidikan politik berjalan dengan baik bisa diharapkan lahir kader-kader politik yang peduli dengan etika politik dan menunjung tinggi martabat kenegarawanan sehingga kebijakan-kebijakan yang lahir dari perut politik juga untuk kesejahteraan public.

Tulisan ini dimaksudkan membahas mengenai pengaruh pendidikan politik dalam pembangunan manusia yang berkepribadian Pancasila sebagai ciri khas ideologi bangsa dan negara Indonesia sebagaimana negara dan bangsa lain dengan ideologinya masing-masing yang dapat memberikan ciri khas bagi bangsa tersebut.

Pendidikan politik

Ki Hadjar Dewantara (Dewantara, 1962) menganggap pendidikan sebagai daya upaya untuk mewujudkan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter, pikiran (intelek)) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras dengan dunianya.

(Alfian, 1986), menjelaskan pendidikan politik sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun.

Instruksi Presiden No. 12 tahun 1982 tentang (“Pendidikan Politik Bagi Generasi Muda,” 1982) adalah sebagai berikut: Pendidikan politik merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa. Pendidikan politik juga harus merupakan bagian proses perubahan kehidupan politik bangsa Indonesia yang sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil, efektif, dan efisien.

Bisa dikatakan bahwa pendidikan politik adalah proses penurunan nilai-nilai dan norma-norma dasar dari ideologi suatu negara yang dilakukan dengan sadar, terorganisir, dan berencana dan berlangsung kontinyu dari satu generasi kepada generasi berikutnya dalam rangka membangun watak bangsa (national character building). Dalam hal ini adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila karena memang merupakan ideologi negara Indonesia. (Sumantri)

Pembangunan manusia

United Nations Development Programme (UNDP, 1990) dalam laporan mengenai pembangunan manusia tahun 1990, menjelaskan pembangunan manusia sebagai sebuah proses mengenai perluasan berbagai macam pilihan seseorang. Pada prinsipnya pilihan ini tidak terbatas dan dapat berubah sepanjang waktu, tetapi dalam semua tingkat pembangunan ada tiga hal pokok bagi seseorang 1) untuk menjalani hidup yang panjang dan sehat, 2) untuk memperoleh pengetahuan dan 3) untuk memiliki akses ke sumber daya yang dibutuhkan untuk standar hidup yang layak. Jika pilihan-pilihan penting tidak tersedia, kesempatan lain tetap tidak dapat diakses.

Hanya saja pilihan-pilihan itu tidak hanya dalam tiga hal ini, banyak pilihan-pilihan lain yang juga mendapatkan penilaian tinggi dari masyarakat, mulai dari politik, kebebasan ekonomi dan sosial, peluang untuk menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati harga diri pribadi dan dijamin hak asasi manusianya.

Ada dua sisi dalam pembangunan manusia, yang pertama mengenai pembentukan kemampuan manusia-seperti meningkatkan kesehatan, pengetahuan dan keterampilan-dan yang kedua mengenai penggunaan dari apa yang mereka peroleh dari kemampuan mereka tersebut – untuk bersantai, tujuan produktif atau aktif dalam urusan budaya, sosial dan politik.

(Alkire, 2010) mengutip UNDP tahun 2009 dalam laporannya mengenai migrasi menyebutkan bahwa pembangunan manusia sebagai “the expansion of people’s freedoms to live their lives as they choose.” Kemudian penjelasan lainnya mengenai pembahasan pembangunan manusia sebagai berikut: “putting people and their freedom at the centre of development. It is about people realizing their potential, increasing their choices and enjoying the freedom to lead lives they value.”

Pengertian pembangunan manusia di sini masih berkaitan dengan seluruh kemampuan yan bisa diraih manusia, tetapi di sini lebih ditekankan pada basis social pengahargaan diri dalam hubungannya dengan masyarakat social, ekonomi dan kelompok ras sebagai akibat migrasi.

Pendidikan Politik di Indonesia.

Menengok sejarah perjalanan bangsa Indonesia mengenai pendidikan politik bisa dikatakan bahwa pada masa awal-awal kemerdekaan merupakan pendidikan yang mencerdaskan dan menggungah nurani dan pikiran. Dimana saaat itu nurani disadarkan dengan berbagai kenyataan berbangsa dan bernegara yang terdiri dari kemajemukan suku bangsa agama, (Geertz, 1963) menyatakan, ada tiga ratus lebih kelompok etnis di Indonesia, semuanya memiliki bentuk identitas budayanya masing-masing dan lebih dari duaribu lima puluh bahasa berbeda yang dipergunakan bahkan ada representasi hampir semua agama besar di dunia sebagai tambahan dari berbagai rentang yang luas dari agama asli. Mengenai keragaman masyarakat dan budaya bangsa Indonesia, maka para bapak pendiri bangsa ini menggelorakan semboyan bhinneka tunggal ika yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh pemikir hebat pada zaman keemasan kerajaan Majapahit yakni Empu Tantular.

Di sisi lain pendidikan politik saat itu dapat menggugah minat pikir karena politik saat itu berkaitan dengan permasalahan mendasar dari berbangsa yakni masalah landasan ideologis sebuah bangsa. Ketika bangsa-bangsa lainpun berdiri dengan landasan ideologinya masing-masing, maka Indonesiapun mengalami permasalahan yang sama, hendak didirikan diatas landasan ideology seperti apa Negara Indonesia yang baru berdiri tersebut.

Walhasil, Indonesia berdiri di atas landasan ideologi Pancasila, kata pancasila berasal dari bahasa Sankrit, yakni panca yang berarti lima dan sila yang bermakna pinsip. Istilah pancasila ini sesungguhnya sudah dipakai oleh Empu Prapanca dalam karyanya Negarakertagama dan Empu Tantular di karyanya Sutasoma, saat itu pancasila merupakan lima prinsip etika yakni tidak melakukan kekerasan, mencuri, mendendam, berbohong maupun minuman yang memabukkan. Dapat dikatakan lima prinsip etika ini juga mirip dengan Budha (“The Five Precepts: pañca-sila,” 2013) yakni :

1. Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami

Saya berjanji tidak akan menghancurkan makhluk hidup.

2. Adinnadana veramani sikkhapadam samadiyami

Saya berjanji tidak akan mengambil milik orang lain.

3. Kamesu micchacara veramani sikkhapadam samadiyami

Saya berjanji tidak akan melakukan seksual yang tidak benar.

4. Musavada veramani sikkhapadam samadiyami

Saya berjanji tidak akan berbicara bohong.

5. Suramerayamajja pamadatthana veramani sikkhapadam samadiyami

Saya berjanji tidak akan meminum minuman yang memabukkan.

Demikianlah awalnya Pancasila dipergunakan sebagai sebuah konsep etika, kemudian ditransformasikan menjadi konsep politik sesuai dengan situasi Indonesia saat itu, yang hingga rumusan Pancasila seperti saat ini yakni:

Pancasila

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Kemanusian Yang Adil Dan Beradab.
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan, Dalam Permusyawaratan /Perwakilan
  5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia

Ketua Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia Radjiman Wediodiningrat dalam suatu rapat melontarkan pertanyaan penting mengenai dasar filosofi apakah yang akan menjadi landasan bagi kemerdekaan Indonesia. (Faisal, 1995) melalui dialog panjang oleh para pendiri bangsa ini, dan setelah melewati berbagai macam rentetan peristiwa sejarah, maka diterimalah Pancasila sebagaimana di atas sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia.

Gambaran di atas menunjukkan bagaimana gairah berpolitik secara sehat dewasa dan menunjukkan kenegaraan para pendiri bangsa. Berpolitik dengan landasan pemikiran yang kokoh mengenai suatu falsafah yang melandasi suatu tindakan maupun pemikiran. Bagaimana misalnya Muh. Yamin memaparkan pemikirannya mengenai lima prinsip bernegara :

  1. Nationalisme
  2. Humanitarianism
  3. Belief in God
  4. Democracy
  5. Social Welfare

Sedangkan Sukarno, misalnya menawarkan rumusan yang sedikit berbeda. Bagi Sukarno Pancasila merupakan lima prinsip landasan filosofis bernegara yang memuat dua elemen utama yakni : dasar politis dan dasar etis. Dasar politis haruslah menjadi landasan utama bagi sebuah Negara, maka Sukarno menempatkan sila pertama adalah nasionalisme sebagai dasar yang dapat mencakup dan merangkul seluruh nusantara. Sementara sila keyakinan kepada Tuhan menjadi sila terakhir sebagai landasan spiritual dan moral bagi bangsa Indonesia. Pancasila sebagaimana yang dikemukakan oleh Sukarno itu pada awalnya adalah sebagai berikut:

  1. Nationalism
  2. Internationalism atau Humantarisnism
  3. Deliberation atau Democracy
  4. Social Welfare
  5. Belief in God

Hal ini menandaskan titik tolak politik adalah bersifat ideologis. Sebagaimana disampaikan oleh hasil kajian Feith and Castle (1998) yang dikutip oleh (Rinakit, 2013) Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate, pada era orde lama, misalnya, preferensi politik warga ditentukan oleh daya tarik dan ikatan ideologi. Dimana secara gamblang menunjukkan adanya pembelahan ideologi era tersebut –ada Nasonalisme Radikal, Tradisionalisme Jawa, Islam, Sosialisme Demokratis, Komunisme, dan irisan dari aliran-aliran tersebut.

Lebih lanjut Sukardi Rinakit mengedepankan bahwa pada era orde baru, preferensi politik bukan lagi terikat pada sentimen ideologi semata tetapi lebih kepada partai politik. Sejalan dengan tesis Clifford Geertz (1965) mengenai kategorisasi masyarakat Jawa, yaitu santri, abangan, priyayi maka partai politik pun didesain menjadi tiga partai senafas dengan trikotomi itu. Kaum santri berada dalam payung Partai Persatuan Pembangunan (PPP), rumah warga abangan adalah Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan kelompok priyayi bernaung di bawah pohon beringin (Golongan Karya, Golkar). Hal ini menandakan lebih menonjolnya dominasi partai politik daripada ideologi, karena adanya reduksi semua ideologi ke dalam dua partai dan satu golongan karya.

Kemudian pada era reformasi hingga saat ini, daya Tarik ideologi dan partai menjadi tidak menarik lagi karena orang dapat dengan mudah pindah dari satu partai ke partai lainnya, ideologi menjadi tidak penting lagi, karena orang juga dapat keluar masuk partai tanpa harus memiliki ideologi yang jelas sekalipun entah dari mana asalnya orang tersebut. Ideologi dan partai digantikan oleh kekuatan figur. Tahun 1999, Megawati Soekarnoputri menjadi simbol harapan publik dan mengantarkan partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memenangkan Pemilu 1999. Demikian juga dengan Susilo Bambang Yudhoyono menjelang tahun 2004 dan 2009. Pamor dirinya menjadikan dia terpilih menjadi Presiden dan mengantarkan Partai Demokrat menjadi pemenang Pemilu 2009. Kini, figur-figur yang dicitrakan tegas oleh publik seperti Joko Widodo (Gubernur DKI Jakarta) dan Prabowo Subianto (Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya), sebagai antitesa dari kepemimpinan SBY yang dinilai lamban karena terlalu berhati-hati.

Pergeseran arus politik dari ideologi, partai politik, dan akhirnya performa figur membuat kehidupan politik menjadi pragmatis. Partai politik juga menjadi pragmatis dan merasa tidak perlu melakukan pendidikan politik khususnya melakukan sosialisasi dan kaderisasi politik untuk membentuk kader dengan pemahaman ideologi dan politik dari suatu partai. Dengan pergeseran semacam ini maka rekrutmen kader juga menjadi pragmatis yakni cukup merekrut bahkan menawarkan kepada figur-figur yang populer dan mempunyai sumberdaya politik kuat baik basis dana, masa maupun jaringan seperti para pengusaha, mantan anggota TNI/POLRI, artis.

Miskinnya pendidikan politik ini memberikan dampak yang cukup serius baik bagi pelaku politik praktis maupun masyarakat dan bangsa. Kader politik yang semata berdasarkan kepentingan pribadi dan kekuasaan mengambil alih posisi strategis dalam struktur dan menentukan arah kebijakan partai. Sementara di satu sisi karena tidak cukup memiliki modal pendidikan politik yang memadai maka mereka miskin etika dan nilai-nilai politik. Visi dan misinya lebih kecil dari dirinya sendiri, menjadi pragmatis, korup dan jauh dari standar pelayanan public.

Politikus yang tidak terdidik secara baik dalam masalah pendidikan politik sebagaimana diungkap oleh (Robet, 2013) dalam kontestasi, politik dipandang terbatas sebagai arena perjuangan kepentingan kelompok. Praktik politik lebih dipahami secara behavioralistik dan utilitarian. Who get what, when and how menjadi satu-satunya logika yang mendasari praktik politik.

Bisa jadi demokrasi tetap semarak, tapi praktik politik dalam demokrasi justru mengalami degradasi. Kesemarakan praktek demokrasi ini sebagaimana gambaran (Carothers, 2002), ini terlihat pada adanya ruang politik, meski terbatas, untuk partai-partai politik oposisi dan masyarakat sipil yang otonom, serta Pemilu yang teratur dan konstitusi yang demokratis. Bersamaan dengan itu, mereka juga mengalami defisit demokrasi yang parah dengan karakternya antara lain adanya representasi politik yang buruk, rendahnya partisipasi politik di luar memilih dalam Pemilu, banyaknya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat negara, Pemilu dengan ketidakpastian legitimasi, semakin rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap aparat dan institusi negara, dan rendahnya kinerja lembaga-lembaga Negara.

Ketika partai politik tidak bisa diharapkan untuk memberikan politik yang memadai, sudah selayaknya negara mengambil alih tanggung jawab pendidikan politik warganya. Antonio Gramsci (1891-1937) pernah menyatakan bahwa the state must be conceived of as an educator. Memang saat itu ditujukan untuk negara Italia dimana Gramsci hidup yang saat itu Italia dikenal sebagai negara fasis dimana pendidikan politik oleh negara dimaksudkan untuk pelanggengan pemegang kekuasaan negara. Sebaliknya di negara-negara demokratis lebih sebagai pendewasaan politik warga agar mereka melek politik. Maknanya, mereka menjadi otonom, memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara, dan berlakunya mekanisme check and balances dalam praksis kekuasaan.

Pembangunan Manusia Pancasila

Paling tidak dengan milihat dua sisi pembangunan manusia sebagaimana dijelaskan di muka dari UNDP, maka pembangunan manusia Pancasila bisa disebut sebagai pembangunan manusia dari sisi kapabilitas kemanusiannya. Artinya landasan kemampuan dirinya dalam kapasitas sebagai manusia yang terus dibangun miskipun baru satu bagian dari berbagai bagian yang harus dibangun dari sisi ini. Bagian lainnya seperti pengetahuannya tentu juga terus dibangun, tetapi pembangunan manusia Pancasila berarti membangun bagian filosofi sebagai manusia Indonesia yang berfalsafahkan Pancasila.

Melihat pola-pola pendidikan politik yang ada seperti tersebut di atas barangakali agak susah untuk dapat memotret bagaimana jati diri manusia Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh landasan filosofi bangsa yakni Pancasila.

Meskipun manakala melihat awal berdirinya Indonesia dapat dikatakan bahwa manusia Indonesia merupakan manusia yang mencintai negaranya tetapi juga terbuka dan aktif dalam percaturan dunia, dengan menyerap ideologi besar dunia maupun pemikiran-pemikiran besar lainnya yang tidak serta merta ditempelkan pada bangsa Indonesia tetapi terlebih dahulu diserap, diinternalisasi kemudian disesuaikan dengan keindonesian. Maka manusia Indonesia adalah manusia yang bervisi besar jauh ke depan.

Secara lebih jelas manusia Indonesia yang berpancasila artinya dilandasi filosofi lima prinsip isi di dalamnya. Dalam konteks pembangunan manusia pancasila, maka kelima sila ini menjadi landasan manusia Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Landasan mendudukan dirinya, maupun landasan dalam menjalin tata hubungan dengan lainnya sesama masyarakat maupun dengan negara.

Sesungguhnya terlepas dari pola-pola pendidikan politik yang ada saat ini. Maka manusia Pancasila sebagaimana yang digambarkan oleh (Marsudi, 2008)

Manusia Indonesia adalah manusia yang mengakui dan meyakini keberadaan Tuhan sebagai Prima Causa penyebab tunggal atas alam semesta raya dan isinya. Sebagai Prima Causa maka manusia Pancasila mengakui Tuhan itu Maha Suci, sumber dari segala kesempurnaan, kebaikan,kebenaran dan keadilan. Dengan demikian manusia Pancasila tidaklah atheis tidak pula sekuler, sudah semestinya beragama sebagaimana yang diatur oleh negara, karena mereka meyakini bahwa memiliki Negara Indonesia yang merdeka adalah atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa.

Sesuai sila kedua, manusia Pancasila adalah manusia yang menyadari harkat dan martabatnya sebagai manusia yang memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Menghargai kemanusian diri maupun lainnya atas dasar prinsip norma-norma obyektif, tidak sewenang-wenang, dan atas landasan tata kesopanan, kesusilaan atau moral dalam bingkai ajaran Tuhan Yang Maha Esa.

Manusia Pancasila memandang bahwa dirinya adalah bagian dari keragaman bangsa Indonesia yang diikat oleh kesatuan kemanusian dalam hubungannya antara satu dengan lainnya. Miskipun demikian tidaklah menjadikan manusia Pancasila memiliki pandangan sempit (chauvinism) hanya bangsanya sendiri yang hebat seraya merendahkan bangsa lainnya, tetapi sebagai bangsa yang memiliki kekuatan kebersamaan untuk berdiri maju dengan bangsa-bangsa lainnya. Hal ini dilandasi sila ketiga.

Dalam sila keempat, bisa dijabarkan bahwa manusia Pancasila adalah sekelompok rakyat Indonesia yang menyadari memiliki kedaulatan seluruhnya di tangan rakyat, namun bukan berdasar atas dominasi mayoritas semata tetapi kedaulatan rakyat yang didasarkan pada akal sehat dan pertimbangan kesatuan bangsa. Kedaulatan mereperenstasikan seluruh kekuatan rakyat dan melalui musyawarah bersama demi mewujudkan kebaikan bersama.

Dalam sila kelima dapat manusia yang peduli dengan keadilan menyangkut persoalan-persoalan kemasyarakatan seluruh bangsa, bukan bagi suku atau kelompoknya sendiri, apalgi bagi dirinya sendiri.

Walhasil, manusia Indonesia, manusia Pancasila sebagaimana diuraikan oleh (Sumarno, 1984) semua manusia Indonesia yang mewujudkan Pancasila dalam dirinya, membuktikan dirinya sebagai manusia yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradaab, memelihara dan meningkatkan persatuan Indonesia, membiasakan diri dan semakin meningkatkan Karakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan selalu memelihara dan mengusahakan terwujudnya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demkian haruslah dapat dibedakan manusia Pancasila dengan manusia kapitalis atau komunis yang dilandasi oleh filsosofinya masing-masing.

Dunia Pendidikan Harus Memainkan Peran Membangun Manusia Pancasila.

Dunia pendidikan adalah arena terbuka dan ranah terpenting bagi pendidikan politik warga. Melalui kurikulum pendidikan yang baik dan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler, sosialisasi ideologi, nilai-nilai demokrasi, sistem politik, kebajikan politik dan kepemimpinan dapat dilakukan. Anak didik menjadi terpelajar baik secara ilmiah (keilmuan) maupun politik. Ada etos kerja dan mimpi besar bersama yang dibangun dan ingin dicapai.

Bila pendidikan politik oleh partai dimaksudkan untuk mendidik ideologi kadernya sehingga bisa memperjuangkan aspirasi politik sesuai ideologi partai, dan pendidikan politik oleh negara cenderung dimanfaatkan oleh penguasa untuk memberikan legitimasi pelanggengan kekuasaan, maka pendidikan politik oleh dunia pendidikan diharapkan lebih bersifat akademis memberikan wawasan mengenai dunia politik sebagai salah satu media penyaluran aspirasi hak-hak warga negara dalam ikut serta memajukan negara lewat pengambilan keputusan dan eksekusi kebijakan public. Sehingga lebih memberikan bekal wawasan umum mengenai landasan etika berpolitik yang kelak bisa jadi terjadi perbedaan pilihan partai politik namun tetap mengedepankan asas kepentingan bangsa Indonesia secara umum.

Kesimpulan

Secara filosofi pendidikan dapat dikatakan bahwa berhasil atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan politik baik oleh negara, partai, atau oleh institusi pendidikan akan sangat mempengaruhi arah pembentukan manusia di dalamnya. Pancasila sebagai falsafah berbangsa dan bernegara yang menjadi paying besar bagi Negara, partai dan institusi pendidikan akan dapat mewarnai manusia di dalamnya manakala Pancasila ini sungguh-sungguh menjadi landasan ideologi, namun tatkala yang dominan adalah ideologi sectarian, pragmatism, maka hanyalah menjadi mimpi mengharapkan tumbuhnya manusia Pancasila.

 
 

Daftar Pustaka

Alfian. (1986). Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Alkire, S. (2010). Human Development Research Paper 2010/01 Human Development: Definitions, Critiques, and Related Concepts.

Carothers, T. (2002). The End of the Transition Paradigm. Journal of Democracy, 13(1), 5-21. doi: 10.1353/jod.2002.0003

Dewantara, K. H. (1962). Karja I (Pendidikan). Jogjakarta.: Pertjetakan Taman Siswa,.

Faisal, I. (1995). Islam, politics and ideology in Indonesia : a study of the process of Muslim acceptance of the Pancasila. (Disertasi), McGill University, Montreal. Retrieved from http://digitool.Library.McGill.CA:80/R/-?func=dbin-jump-full&object_id=39924&silo_library=GEN01

The Five Precepts: pañca-sila. (2013, 30 November 2013). from http://www.accesstoinsight.org/ptf/dhamma/sila/pancasila.html .

Geertz, H. (1963). Indonisian Cultures and Communities: Story Guide (R. T. McVey Ed.). New Haven: Yale University Press.

Marsudi, S. A. (2008). Pancasila dan UUD’45 dalam Paradigma Reformasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Pendidikan Politik Bagi Generasi Muda, 12 C.F.R. (1982).

Rinakit, S. (2013) Melek Politik: Negara Juga “Pendidik”. Seri Diskusi KPK bertema Sistem Politik Berintegritas. Menuju Sistem Politik Berintegritas: Pendidikan Politik bagi Warganegara

Robet, R. (2013) Pendidikan Politik dan Reformasi Republikan. Menuju Sistem Politik Berintegritas. Sistem Politik Berintegritas: Pendidikan Politik bagi Warganegara.

Sumantri, H. E. Upaya Membangkitkan Nasionalisme Melalui Pendidikan. 11. Retrieved from http://www.setneg.go.id website: http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=2252

Sumarno, K. H. (1984). Manusia Indonesia, Manusia Pancasila Pembahasan Mengenai Pancasila, Piagam Jakarta dan Pancasila Sebagai Satu-Satunya Asas. Jakarta: Ghalia Indonesia.

UNDP. (1990). Human Development Report 1990. New York: Oxford University Press.

  

HIDUP KITA: HARTA DAN ANAK

HIDUP KITA: HARTA DAN ANAK

 

 

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

dan ketahuilah bahwasannya hartabendamu dan anak-anakmu merupakan fitnah, dan bahwa Allah itu disisiNya ada pahala yang besar “. al Anfal: 28.

Banyak hal yang bisa kita jadikan petunjuk dalam menghadapi dan menjalani hidup di dunia ini berdasar satu ayat tersebut di atas. Perlu kita sadari bahwa kita umat Islam hidup di dunia, tidak hidup dalam angan-angan atau khayalan. Semua orang, semua makhluk hidup di dunia yang disediakan oleh Allah ini, hanya saja tentu beda bagaimana cara orang Islam dan cara orang non Islam hidup di dunia ini. Semua Allah berikan kesempatan dan hak yang sama untuk menikmati kehidupan dunia ini, hanya saja Allah ingatkan bahwa kenikmatan dunia ini sangatlah kecil saja dibanding kenikmatan di sisi Allah.

Perjalanan hidup manusia tidaklah terhenti dalam satu tahap saja, tapi sesungguhnya bertahap-tahap, selesai satu tahap dijalani maka akan berlanjut ke tahap berikutnya, misalnya manusia mengalami tahap hidup di perut ibu, kemudian lahir menjalani tumbuh berkembang menjalani hidup di dunia sampai menyelesaikan tahap hidup di dunia, kemudian masuk tahap kehidupan berikutnya yakni kehidupan di alam kubur.

Saat menjalani kehidupan di dunia ini, Allah berikan petunjuk dan pedoman hidup yakni al qur’an. Di dalamnya berisi panduan dan bimbingan bagaimana kita menjalani, mensikapi segala macam hal yang terkait dengan kehidupan di dunia ini, apa hakekat kehidupan dunia ini, apa yang harus dikerjakan, apa yang harus ditinggalkan, bagaimana seharusnya mengisi kehidupannya di dunia ini, semua Allah berikan petunjukny dalam al qur’an.

IIlmu Kehidupan.

Diantara yang paling sering Allah tekankan mengenai bagaimana mensikapi kehidupan dunia ini adalah dengan firmannya “ketahuilah” sebagaimana dalam ayat tersebut di atas dibuka dengan perintah tersebut. “ketahuilah” bukan sekedar tahu sepintas saja, kalau kita lihat akar katanya, واعلموا demikian Allah berfirman, kata ini berakar kata “ilmu”, maka bisa dipahami bahwa orang dituntut untuk memiliki ilmu, terkait dengan kehidupan di dunia ini, orang harus punya ilmu tentang makna dan arti kehidupan ini beserta seluruh fitur kehidupan yang melingkupi dirinya. Fitur ini misalnya derajat, pangkat, status social, kekayaan, jabatan, kepandaian ketrampilan, kekuatan dan kecantikan fisik, dan sebagainya.

Mengapa orang harus memiliki ilmu tentang kehidupan ini? Ya karena sebagaimana dipaparkan di atas bahwa kehidupan manusia itu bertahap-tahap, saat menapaki tahap kehidupan di dunia, ini bukan tahap akhir sehingga tidak dihabiskan dan berakhir di dunia ini, bahwa kehidupan terus berlanjut, maka manusia dalam hidup di dunia ini haruslah memahami sebagai proses bagaimana kehidupan selanjutnya lebih baik yakni kehidupan tahap di alam kubur.

Ketidakpahaman dalam memahami hakekat kehidupan, bias menjerumuskan manusia kepada kenistaan hidup, bahwa hidup adalah untuk hidup di dunia ini semaunya, seenaknya, sesukanya karena meyakini bahwa kehidupan berakhir selesai dengan mati. Berhentilah tahap lainnya, tidak ada hal lain lagi semua selesai, bubar begitu saja. Demikianlah kalau orang tidak memiliki “ilmu” yang memadai tentang dunia ini.

Jadi orang harus memiliki ilmu tentang kehidupan ini, meliputi makna hidup ini secara umum, kemudian kalau dia berprofesi sebagai pedagang maka dia juga harus tahu ilmu perdagangan bukan saja trik berdagang tetapi juga dari sisi ilmu syari’at tentang berdagang itu; mengenai halal haramnya maupun inti berdagang sendiri sebagai bagian dari kehidupannya.

Harta kita

Tentu orang hidup di dunia ini membutuhkan harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Memang hidup tanpa harta tentu tidak akan bias berjalan dengan baik, bahkan ibadah murni sekalipun tidak akan bias dikerjakan dengan baik manakala tidak ada harta benda yang menyertainya. Ambil contoh ibadah haji atau umroh tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit, artinya kalau orang tidak ada beaya sendiri atau barangkali ada yang membiayai tentu tidaklah dapat mengerjakannya. Ibadah puasa sekalipun, miski dituntut untuk menahan dari makan dan minum tetapi sesungguhnya sebagai penyempurna ibadah puasa, seseorang dituntut untuk bisa banyak-banyak bersedeqah atau menyediakan makanan berbuka puasa bagi orang banyak.

Hanya saja tentu ada perbedaan sikap terhadap harta benda ini, dimana seorang muslim wajib mengusahakan dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan karunia Allah ini, tetapi bukan hanya bersungguh-sungguh, namun perlu memahami bahwa harta adalah karunia Allah sehingga ketika mengusahakan dan menggunakan harta itu semuanya disesuaikan dengan panduan hidup yang sudah Allah turunkan. Sebagai contoh bagaimana sikap seorang musllim terhadap harta ini, apa yang dilakukan oleh para sahabat nabi Muhammad saw. Sahabat Abu Bakar misalnya, ketika melihat Bilal disiksa tuannya, maka serta merta Abu Bakar menggunakan hartanya untuk membebaskan Bilal, padahal Bilal bukanlah saudaranya, tetapi Abu Bakar memahami bahwa harta adalah milik Allah, dirinya adalah sebagai yang dititipi dan ia menggunakannya sebagaimana Allah memintanya. Bahkan saat Rasulullah mengumumkan membutuhkan biaya banyak untuk melawan orang-orang yang memusuhi Islam, dari orang-orang kafir, beliau serahkan semuanya kepada Rasulullah, bahkan saat ditanya oleh Nabi Muhammad, apa yang disisakan untuk keluargnya, Abu bakar mengatakan, Allah dan RasulNya cukuplah bagi dirinya dan keluarganya.

Demikianlah sukap para sahabat terhadap harta, mencari sebanyak-banyaknya semampunya dengan cara yang diajarkan oleh Islam, dan menggunakannyapun sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam.

Anak kita

Selain harta, sesungguhnya banyak hal yang terkait dengan kehidupan kita sebagaimana kita sebutkan di awal, dalam ayat ini disebutkan dua hal yakni : 1) harta dan 2) anak. Disebutkannya dua hal ini, dalam balaghah bias disebut sebagai menyebutkan sebagain tetapi dimaksudkan untuk semunya. Kedua hal ini, harta dan anak merupakan hal yang paling dekat dengan diri kita sebagai manusia. Kehidupan tanpa kedua hal ini rasanya tidaklah lengkap, banyak harta tetapi tidak memiliki keturunan bias saja pada akhirnya menjadikan malas, tidak bergairah hidup. Begitu pula orang hidup dengan keturunannya tetapi hartanya sedikit. Karena itulah maka anak-anak sebagai kecintaan hidup haruslah juga dipahami ilmunya tentang apa sesungguhnya anak-anak ini dalam hubungannya dengan kita. Apakah sebatas hubungan biologis dan psikologis? Ataukah di sana ada makna lain tentang anak-anak kita?

Fitnah

Keduanya oleh al qur’an disebut sebgai fitnah, sebagai ujian dan cobaan bagi manusia, apakah akan terlenakan sibuk mengurusi hal-hal tersebut sehingga mengabaikan bagaimana seharusnya mengurusi hal-hal tersebut dan mengabaikan kewajiban kita kepada Allah. Bisa jadi orang dalam posisi yang sama, saat diuji dengan kekurangan ia menggerutu sementara saat diuji dengan kelebihan, ia menjadi congak, keduanya tentu bukan yang dikehendaki Islam. Tapi secara umum sabar dan syukur adalah kunci yang silih berganti dipakai baik dalam keadaan kekurangan atau kelebihan.

Allah: tumpuan kita

Ketika kita menumpukan semuanya kepada Allah, tentulah hidup menjadi nyaman, tidak ada lagi rasa was-was jatuh miskin atau kebingungan bagaimana memanfaatkan harta sebaiknya.Dengan keyakinan demikian, maka ia meyakini apapun yang terkait dengan hidupnya, semunya diorentasikan kepada Allah tidak ada keraguan sedikitpun, karena semata mengharapkan karunia di sisi Allah yang jauh lebih besar daripada apa yang ia usahakan dari kehidupan di dunia ini. Jadi semua fitur kehidupan di dunia ini semunya bukan berhenti dan untuk menghabis-habiskan untuk dunia ini saja, tetapi dipakai untuk kebaikan disisi Allah.

Wallahu a’lam bish shawwab.

TANGISAN KITA dan TANGISAN MEREKA

TANGISAN KITA dan TANGISAN MEREKA

 

 

وَلَدَتْكَ أُمُّكَ ياَبْنَ آدَمَ بــــَـــــاكِيًا ———— وَالنَّاسُ حَوْلَكَ يَضْحَكُوْنَ سُرُوْرًا

فَاعْمَلْ لِيَوْمِكَ أَنْ تَكُوْنَ إِذَا بَكَوْا ———— فيِ يَوْمِ مَوْتِكَ ضَاحِكًا مَسْرُوْرًا

Sya’ir di atas adalah gubahan sahabat Nabi Muhammad saw, Ali bin Abi Thalib RA, makna Indonesia kurang lebih demikian:

“Wahai anak adam, setelah kamu dilahirkan oleh ibumu, saat itu kamu menangis

    Sementara orang-orang disekitarmu tertawa bahagia menyambutmu

Kelak saat dewasa berbuatlah sesuatu sehingga mereka bisa menangisimu

    Ketika hari kematianmu, engkau tersenyum bahagia karena amalmu.”

Ini mengingatkan kita bagaimana saat kita melihat kelahiran ada kehidupan baru, bayi mungil menjejak-jejakkan kakinya, sambil menangis mencari ibunya, dengan penuh kasih sayang ibunya memberikan asi, sanak keluarga berkerumun, tetangga berdatangan, semua menunjukkan wajah kegembiraan menyambut kelahiran. Selang beberapa hari kemudian orang tuanya mulai sibuk menyiapkan aqiqah untuk anak tersayang, memilih nama yang terindah untuk anaknya, nama yang terselip do’a dan harapan kelaknya bagi si-anak. Orang-orang tertawa senang bahagia karena melihatmu dilahirkan, seolah melihat kebaikan, kehidupan akan terus berkembang, yang dilihat dirasakan semuanya adalah keindahan dan kebaikan. Demikianlah kiranya harapan orang-orang saat kamu dilahirkan, berharap membawa kehidupan yang lebih baik, membawa kebaikan untuk hidup ini ke depannya.

Itulah harapan dan do’a dari orang-orang yang mengelilingi saat kita dilahirkan. Alangkah senangnya kita, betapa beruntungnya kita, sungguh kebahagian tersendiri manakala di usia dewasa, kita mampu mewujudkan harapan-harapan mereka membawa kehidupan yang lebih, memberikan kedamaian dan keamanan serta keindahan bagi kehidupan dunia ini.

Ibadah kita, shalat kita, tambahan ibadah kita, hidup sampai mati kita semua kita persembahkan untuk Allah. Kita mengisi hidup dengan hal-hal yang bermanfaat tidak saja untuk kepentingan diri sendiri tetapi juga kepentingan lebih banyak. Sebaik-baik dari kita adalah mereka yang lebih memberikan kemanfatan kepada orang banyak.

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Ketika seseorang menjalani hidup dengan kebaikan, berbuat baik kepada sesama, turut menjaga kemaslahatan masyarakat banyak, aktif mengusahakan kebaikan dan secara tegas, tegar dan bijaksana dalam meredam segala kejelekan, ia sesungguhnya sudah membawa misi Islam membawa rahmatan lil’alamin, ia sudah memperlihatkan bekas-bekas ibadahnya kepada masyarakat, bahwa ibadah tidak kering yang tidak bisa menyuburkan, tetapi ia datang bagaikan air hujan yang membuat subur, bagi orang-orang disekitarnya. Mereka merasakan keamanan dan keselamatan dengan kehadirannya. Bukankah orang muslim adalah manakama orang-orang di sekitarnya merasakan keselamatan dan kedamaian dengan kehadiran dirinya. Begitu juga orang mukmin adalah manakala orang-orang disekitarnya merasakan kenyamanan dan keamanan, baik dari pengaruh lisan maupun tindakan fisiknya.

Janganlah kiranya, mengisi hidup dengan hal-hal yang tidak memberi manfaat bagi diri sendiri atau orang lain, orang Islam itu dinilai bagus keislamannya juga dari kemampuannya meninggalkan perbuatan yang tidak memberinya manfaat. Sebaiknya nilai keislaman dirinnya menjadi jelek manakala ia banyak berbuat hal-hal yang tidak memberinya faedah. Mengisi waktunya dengan banyak hal-hal sia, baik untuk dunianya terlebih untuk akheratnya. Maka sesungguhnya manusia itu termat dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, saling mengingatkan untuk senantiasa berada dalam kebenaran dan memegang kesabaran.

Sya’ir di atas memberikan gambaran bagaimana sebenarnya manusia itu dapat memberikan kegembiraan maupun kedukaan kepada orang lain terutama memang manakala kehadirannyadi tengah masyarakat memberikan nilai positif, maka kelahirannya pun dirindukan dan saat kematiannyapun ditangisi karena kebaikannya yang ia perbuat. Sebaliknya orang yang saat hidupnya tidak banyak memberikan kebaikan atau malah banyak kejahatan yang dikerjakan maka kematiannya tidak ada yang menangisinya malah bisa saja orang menjadi lega karena sudah terlepas dari gangguannya. Semoga Allah menjadikan kita sebaik-baik manusia yang memberi manfaat kepada orang lain.

Mengisi hidup dengan kebaikan.

Diantara hal baik yang bisa dilakukan Ali Imron: 110, adalah 1) mendorong orang agar senantiasa berbuat kebaikan 2) mencegah orang-orang dari perbuatan yang tidak sesuai dengan aturan dan tata tertib, 3) menjaga keimanan dirinya kepada Allah.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Mengisi hidup dengan petunjuk

Marilah kita menghiasi hidup ini dengan petunjuk dari Allah, berjalan di muka bumi ini dengan mengikuti jalan orang-orang yang senantiasa bertaubat kepada Allah. Kita memakmurkan hati kita dengan ketaqwaan kepada Allah, karena umur kita sungguh hanya terbatas oleh tahun saja. Kita mencari keridhaan Allah ta’ala dengan ketaatan kepadaNya, maka hidup kita akan penuh kebahagian dunia akherat. Kita isi dada kita dengan ayat-ayat al qur’an, maka akan menjadi lapanglah hati kita setiap saat.

Mengisi Hidup dengan Senyum Optimisme

Senyumlah…!!, barangkali ini adalah hal yang harus selalu Nampak saat kita menjalani kehidupan di dunia ini. Esok hari kita masih punya harapan untuk hari yang lebih baik, tinggalkan muka masam. Kehidupan ibarat bunga mawar yang indah, tidak akan bisa diraih keindahannya kecuali oleh orang-orang yang hidup dengan penuh optmisme. Di dunia ini senantiasa masih ada cita-cita, maka lihatlah, perhatikanlah sehingga memunculkan rasa optimism. Tanamlah cita-cita maka akan menuai indahnya bunga. Berbahagialah karena keindahan hidup dimulai dengan senyuman.

Sunnah Rasulullah yang terabaikan

Ibn Umar mengatakan, sesungguhnya kebajikan itu teramat enak yakni wajah berseri-seri dan ucapan yang lemah lembut penuh kasih sayang. Bahkan seorang sahabat yang bernama Jarir bin Abdullah al bajili mengisahkan bagaimana dirinya setelah masuk Islam, tidaklah Rasulullah bertemu melihat dirinya kecuali pasti Rasulullah tersenyum kepada dirinya. Inilah barangkali sunnah rasulullah yang terbaikan di umatnya, wajah berseri dan senyum untuk saudaranya. Semoga Allah memudahkan kita untuk meniru rasulullah yang senantiasa memberikan senyum kepada sahabatnya, gerangan keindahan apalagi yang diinginkan selain bertemu Rasulullah, dan Beliau dalam keadaan tersenyum kepada kita.

Mengisi hidup dengan keindahan ucapan

Diantara hal yang semestinya dilakukan seorang muslim dalam bergaul di masyarakat adalah menghiasi lisannya dengan keindahan ucapan, dan bagusnya percakapan. Allah mengajarkan dalam surat al baqarah: 83, hendaklah kalian berkata kepada semua manusia dengan ucapan yang bagus. Bahkan mengingat pentingnya ucapan bagus ini sampai Rasulullah Saw bersabda, bahwa ucapan yang bagus itu merupakan sedeqah, kita tahu betapa tingginya nilai sedeqah itu sendiri.

وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ (متفق عليه)

Mengisi hidup dengan kelemah lembutan

Kegersangan hati, kasarnya ucapan, kerasnya hati merupakan hal dapat membuat orang tidak mau mendekat kepada kebenaran. Sungguh Allah sebagaimana dalam surat ali Imran: 109, memerintahkan agar kaum muslimin senantiasa menjaga kelembutan hatinya, bersikap kasih sayang karena sesungguhnya itu adalah cerminan rahmat Allah, karena itu Allah melarang sikap kasar dan keras hati karena sikap ini dapat membuat orang berpaling dari kebenaran yang kita bawa. Demikianlah wallahul musta’anu.

SHALAT DAN BACAAN ISTIFTAH KITA

SHALAT DAN BACAAN ISTIFTAH KITA

Sebagaimana kita ketahui, shalat merupakan ibadah yang terkait dengan gerakan fisik dan bacaan, tentu hati juga. Terkait dengan tigal hal unsur ini barangkali bisa disampaikan lima (5) keadaan orang yang mengerjakan shalat.

Ini terkait bagaimana interaksi dan pergaulan kita dengan shalat, bisa saja terkadang secara lahir terlihat bagus tetapi secara batin dan pikiran melayang-layang. Bisa saja secara lahir dari wudlu hingga suasana dan penampilan shalat belum sesungguhnya mencerminkan orang beribadah.

Bahkan bisa saja, melantunkan doa, dzikir dan bacaan dalah shalat begitu merdu dan indahnya, meliuk-liuk, melingking, dengan nada naik turun, hanya saja barangkali belum bisa menyimbangkan keindahan dan kemerduan lantunan itu dengan memahami arti dan makna dari yang diucapkannya.

Lima Macam Orang yang Mengerjakan Shalat

Sebagaimana disebutkan di awal bermacam-macam keadaaan orang dalam bergaul dan mengerjakan shalat, maka ada setidaknya kita bisa membagi menjadi llima (5) macam orang yang mengerjakan shalat itu dari sisi gerakan, bacaan dan suasana hati.

Pertama: tingkat menganiaya terhadap diri sendiri, kelompok ini adalah mereka yang mengerjakan shalat dengan berbagai ketidaksungguhan, serampangan. Bahkan wudlu sekalipun tidak dikerjakan dengan baik dan sempurna dan tidak peduli mengenai kesempurnaan wudlu. Tidak memperhatikan ketentuan waktu shalat, ketentuan-ketentuan lainnya yangharus dipenuhi saat shalat maupun rukun-rukun shalat.

Bisa saja orang mengerjakan shalat demikian ini, dirinya merasa aman dari dosa meninggalkan shalat karena sudah merasa menggugurkan kewajiban shalat dengan shalat a la kadarnnya demikian itu. Tetapi dengan mengerjakan shalat secara demikian ini maka tentu menjadi catatan bagi dirinya, bahkan bisa saja terkena sanksi karena sembrono dan sembarang dalam mengerjakan shalat.

Kedua: orang yang mengerjakan shalat dengan menjaga baik-baik syarat, rukun, wajib dan berbagai ketentuan lainnya yang Nampak secara lahiriyah. Tetapi saat shalat ia masih terganggu dengan segala macam bentuk was-was di hati dan pikirannya, sibuk dengan berbagai urusan dunia. Ia juga tidak bisa sepenuhnya bersungguh-sungguh untuk konsentrasi dan menikmati shalat. (mu’aqabun).

Orang yang mengerjakan shalat setingkat demikian, maka dia akan dihisab (muhasabun), mengenai kekurangan dia dalam mengerjakan shalat di sisi batinnya, miskipun di sisi lahir nampak sempurna, tentu juga diperhitungkan kesungguhannya menjaga sisi lahiriyahnya sesuai dengan petunjuk syari’at.

Ketiga: orang yang menjaga syarat, rukun dan kewajiban shalat serta ketentuan lainnya juga dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati untuk menyingkirkan was-was dan gangguan hati dan pikirannya. Ia benar-benar sungguh-sungguh berupaya menyingkirkan gangguan hati dan pikiran itu agar shalatnya tidak tercemarkan. Ia sungguh shalat dan mujahadah.

Orang yang mengerjakan shalat dalam peringkat ini, maka shalatnya dipandang sebagai penggugur (mukaffirun ‘anhu) dosanya maupun kewajbannya mengerjakan shalat.

Keempat: orang yang sudah bersungguh-sungguh mengerjakan shalat dengan memperhatikan hak-hak shalat, rukun, kewajiban dan ketentuan lainnya. Lebih dari ini, hati dan pikirannya tenggelam dalam shalatnya, larut dalam sepenuhnya menjaga semua ketentuan shalat agar shalatnya tidak cacat dan cela sedikitpun. Bahkan seluruh perhtiannya tercurahkan semuanya untuk dapat mengerjakan shalat secara lahir batin dengan baik dan benar sesuai tuntunanya. Hati dan pikirannya benar-benar tenggelam dalam shalat dan beribadah kepada Allah ta’ala.

Orang yang mengerjakan shalat dalam tingkatan demikian ini, dialah oranng yang shalatnya mendapatkan ganjaran (mutsabun). Layak dan pantas menerima pahala dan penghargaan atas kesungguhannya untuk dapat shalat dengan sebaik-baiknya.

Kelima: orang yang sudah mengerjakan shalat dengan sebenar-benarnya, ia tunaikan semua hak-hak shalat. Tetapi lebih dari itu ia meletakkan hatinya di haribaan Allah ta’ala. Dengan hatinya ia melihat Allah, ia merasa bahwa Allah mengawasinya. Hatinya dipenuhi dengan kecintaan dan keagungan Allah ta’ala, seolah ia menyaksikan dan melihat secara langsung Allah ta’ala. Inilah shalat orang yang tidak lagi hati dan dipikiran disibukkan oleh urusan dunia, orang yang sudah tidak terhalang lagi antara dirinya dengan rabbnya, ia sudah mampu melihat tidak ada lagi yang lebih utama di luar sana selain merasakan kehadiran Allah ta’ala dalam dirinya. Ia sudah tersibukkan denan Allah ta’ala, shalat sudah menjadi penyejuk mata hatinya.

Orang yang sudah mampu mengerjakan shalat demikin ini, maka shalatnya menjadi pendekat dirinya kepada Allah (Muqrrabun min rabbihi). Karena ia merupakan orangn yang mendapat anugrah dari Allah bahwa, shalat sudah dijadikan oleh Allah untuk dirinya sebagai qurrata ‘ain (penyejuk matanya).

Siapa orang yang di dunia ini oleh Allah sudah dijadikan shalatnya sebagai qurrata ‘ain, maka pandangan matanya tersjukkan dengan kedekatannya terhadap Allah ta’ala di akherat kelak. Maka berbahagialah orang yang sudah Allah jadikan dirinya sejuk matanya dengan shalat karena dengan demikian akan sejuklah semuanya tentang dunia ini, dan amat rugi orang tidak memiliki kesejukan mata terhadap Allah dan justru menjadi terbelalak dengan keindahan dunia ini, maka sesungguhnya ia tidaklah mendapatkan kesejukan pandangan mata di terhadap dunia ini.

Do’a Istiftah Kita

Salah satu doa istiftah yang dibaca oleh Rasulullah adalah:

اللَّهُمَّ بَاِعدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا باَعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي ِمنْ خَطَايَايَ كَمَا نَقَيْتَ الثَّوْبَ الأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ باِلثَّلْجِ وَالمَاءِ وَالبَرَدِ (البخاري مسلم النسائي

Disini kita berdoa, maknanya adalah agar sejauh mungkin bahkan tidak bertemu antara dirinya dengan mengerjakan kesalahan sebagaimana antara timur dan barat yang memang berlawanan arah itu. Termasuk pula agar dijauhkan sejauh-jauhnya antara dirinya dengnan hukumannya kalau ia mengerjakan kesalahan itu.

Disini juga berdoa agar disucikan dirinya dari dari dosa-dosa dan kesalahan yang telah ia perbuatnya seperti kain putih yang tidak ternoda, dan manakala ternoda setelah dibersihkan itu, kemudian dibersihkan lagi sehingga tidak bernoda lagi. Demikian lah kita tahu pakain putih menunjukkan tidak ternoda, dan saat ternoda kemudian dibersihkan.

Ini menunjukkan berdoa agar bener-benar terhindar dari dosa, tetapi manakala berdosa maka berdoa agar disucikan bahkan tidak cukup itu setelah bersih sekalipun masih berdoa agar semakin benar-benar bersih dengan tiga jenis air: air itu sendiri, ai salju, dan air embun. Mengapa air ?? hikmah penggambaran dan pengungkapan pembersihan dan penyucian dengan ungkapan demikian karena dosa mendapakan siksa neraka yang panas, jamaknya panasnya sesuatu di padamkan dengan yang dapat mendinginkannya.

Imam al Karmani memberikan hikmah alasan tiga macam kalimat doa istiftah ini. 1) bahwa dijauhkan dari dosa itu untuk masa mendatang, 2) disucikan itu di masa sekarang inni, dan 3) dicuci untuk kesalahan dan dosa yang telah lampau.

Demikian wallahu a’lam.

SUNNAH RASULULLAH ﷺ YANG BANYAK TERLUPAKAN

SUNNAH RASULULLAH YANG BANYAK TERLUPAKAN

 

Rasulullah adalah teladan paripurna, demikian Allah firmankan di dalam surat al ahzab: 21, sesungguhnya bagi kalian semua di dalam Rasulullah ada suri tauladan yang baik.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Rasulullah merupakan teladan dalam segala kebajikan, dalam beribadah, dalam bermu’amalah, teladan dalam beradat istiadat. Semua yang datang dari Rasulullah adalah teladan yang baik untuk diteladani sesuai dengan misinya sebagai Rasulullah. Memang ada yang khusus untuk Rasulullah , tetapi bukan berarti yang khusus itu tidak bisa dijadikan teladan, tetapi semuanya mengandung ibrah teladan bagi kita semua.

Mengingat begitu banyaknya teladan dari Rasulullah barangkali di antara umatnya ini ada yang bisa mengambil sebagain besar dari teladan beliau dalam semua hal, ada pula yang mampu mengambil teladan dari beliau dalam hal penampilan, ada pula teladan beliau yang diambil dari mu’amalahnya dan seterusnya.

Pada kesempatan ini barangkali empat (4) hal yang akan kita kaji dari teladan belia u, yang bisa dirasakan saat membaca sirah beliau, syamail beliau dan hadits-hadits yang mengisahkan bagaimana para sahabat merasakan pergaulan langsung dengan Rasulullah . Mengikuti sunnah Rasulullah juga bisa dalam bentuk bagaimana beliau bertemu, bergaul, berbicara dengan orang lain, misalnya:

  1. Sunnah berkata bagus dan berucap dengan lemah lembut

    Ini bisa kita bilang sebagai sunnah Rasulullah , tentu saat kita berkata bagus, dengan lemah lembut dengan niat mengikuti sunnah Rasulullah yang senantiasa berkata dengan indah dan lemah lembut, maka kita akan mendapatkan pahala karena perbuatan kita mengikuti jejak Rasulullah , bukankah Allah sudah menjelaskan demikian dalam al qur’an tentu melaksanakan perintah Allah dihitung sebagai kebaikan.

    Saat Allah berfirman dalam surat al baqarah: 83, dan berkatalah kepada manusia dengan perkataan yang baik,

﴿وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْناً﴾

tentu Rasulullah adalah orang pertama kali yang melaksanakannya, dan tentu ini menjadi sunnah Rasulullah , bahkan untuk memotivasi umatnya agar memiliki karakter sebagai umat yang menjaga lisannya dengan berkata dengan bagus, maka Rasulullah memberitahukan kepada kita bahwa berkata bagus itu sebagai sebuah sedeqah, demikian riwayat Bukhari Muslim berikut ini:

وَالْكَلِمَةُ الطِّيِّبَةُ صَدَقَةٌ

Bagaimana kita tahu betapa bernilainya sedeqah itu dalam Islam. Dan memang hikmah dari berkata bagus ini adalah terjalinnya rasa saling mencintai, menyayangi dalam hati sesama kaum muslimin. Sebaliknya kata-kata pedas, kasar, menusuk hati justru akan memalingkan orang dari kebenaran. Maka Rasulullah melarang demikian, ini sehingga memerintahkan, bilamana tidak bisa berkata dengan baik maka sebaiknya diam saja.

((وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ )) أخرجه البخاري ومسلم

  1. Sunnah tersenyum dan berwajah berseri-seri.

    Bisa kita lihat bagaimana pengaruh senyum dan wajah berseri-seri ini saat orang memasuki bank, memasuki hotel, memasuki mall dan sejenisnya pusat-pusat perekonomian dan kebendaan, demi untuk melatih para pegawai bisa tersenyum setiap saat, berapa miliar anggaran yang diperlukan untuk melatih senyum dan berwajah berseri-seri. Berapa pula waktu yang diperlukan untuk melatih, mengadakan training bisa senyum.

    Terlebih senyum sesama kaum muslimin yang dilandasi kecintaan terhadap sesama muslim tentu jauh lebih utama, memang demikianlah adanya, senyum dan wajah berseri-seri bisa menundukkan amarah, dan mendekatkan hati dan jiwa, sangatlah besar pengaruhnya. Betapa senyum ini teramat mengesankan dapat disimak misalnya, shahabat Jarir bin Abdullah al Bajali, yang mengatakan semenjak dirinya masuk Islam tidak ada yang menghalangi dirinya dengan Rasulullah , dan tidaklah setiap saat Rasulullah bertemu dirinya, kecuali Rasulullah mesti tersenyum kepada dirinya. Senyum seorang Rasul, menandakan keridhaannya kepada shahabat tadi, apalagi yang hendak didambakan selain keridhaan beliau . Demikian dalam riwayat Bukhari dan Muslim.

ما حجَبني النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم مُنذُ أسلمْتُ، ولا رَآنيِ إِلاَّ تبَسَّمَ فيِ وَجْهِيْ

Ibn Umar, mengatakan, kebajikan itu enak: wajah yang berseri dan kata-kata yang bagus. Demikian al Baihaqi dalam syu’abul iman.

الْبِرُّ شَيْئٌ هَيّنِ:ٌ وَجْهٌ طَلِيْقٌ وَكَلاَمٌ لَيِّنٌ

Sebaliknya wajah cemberut, masam, dahi mengkerut, kalau ada orang muslim seperti ini, sesungguhnya tidak layak dia bergaul dengan muslim lainnya, karena hanya akan membuat jelek di jiwa, merusak rasa, dan menjauhkan dari kebenaran.

  1. Sunnah bersikap rendah hati dan lemah-lembut terhadap sesama.

    Tidak diragukan lagi bahwa sikap rendah hati dan lemah lembut ini akan memberikan efek bagus dalam menebarkan rasa kasih sayang antara sesama kaum muslimin. Membuat melelehnya hati kaum muslimin melebur menjadi satu hati sehingga memudahkan untuk menerima dan menyambut kebenaran. Inilah sikap pribadi Rasulullah yang diabadikan di dalam al qur’an bahwa berkat kasih sayang Allah kepada Rasullah maka beliau memiliki sifat lemah lembut ini, sehingga bisa mendekatkan kepada kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah , sebaliknya sifat kasar dan keras hati akan menjauhkan dari kebenaran, demikian dalam surat Ali Imran: 159

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ

  1. Sunnah memiliki sifat pemaaf dan lapang dada.

    Tidak dipungkiri sebagai manusia, yang tidak luput dari salah dan dosa, bisa saja salah seorang di antara kaum muslimin satu sama lain membuat kesalahan yang tersengaja maupun tidak. Ini adalah hal yang wajar, tentu bagi yang melakukan kesalahan segera dapat memperbaikinya seraya memohon ampun kepada Allah.

    Namun demikian tidaklah sepantasnya kesalahan yang diperbuatnya itu menjadikan dirinya tersingkirkan, mengikuti sunnah Rasulullah maka memaafkan itu lebih baik, betapa Rasulullah sendiri bahkan saat pembebasan Makkah langsung memberikan permaafan dan pengampunan serta jaminan keselamatan. Tidak ada setetespun darah mengalir karena pembalasan kepada orang-orang kafir. Demikianlah sifat pemaaf dan lapang dada Rasulullah , betapapun dulunya beliau mendapatkan cacian, makin bahkan siksaan.

    Memang menuntut balas sesuai dengan kejahatan yang diperbuat itu diperbolehkan, dan demikianlah memang setiap kejahatan itu mendapatkan balasannya, misalnya bisa saja seorang menuntut qishash karena merasa dirinya tersakiti akibat ulah saudara muslim lainnya, tetapi memaafkan disertai perbuatan baik lainnya maka Allah sendiri yang akan menjamin pahalanya. Apalagi yang diharapkan tatkala pahala demikian itu di sisi Allah, sementara semua pahala adalah milik Allah, maka sudah tidak terbayangkan betapa pahala yang akan diberikan oleh Allah kepada orang yang suka memberikan maafnya, demikian dalam surat asy syura: 40

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

Ada kecenderungan manusia dihinggapi hawa nafsu, tatkala dirinya menuntut balas akan cenderung menuntut balas lebih dari apa yang telah diperbuat saudara sesama muslim terhadap dirinya, maka kelebihan pembalasan itu bisa disebut sebagai kedhaliman yang itu tidak dicintai oleh Allah, maka seorang muslim tentu akan berusaha sekuat mungkin terhindar dari tidak dicintai oleh Allah.

Demikianlah beberapa hal teladan yang Allah berikan lewat Rasulullah, semoga kiranya Allah memudahkan kita kaum muslimin semua untuk dapat meneladani Rasulullah ini, tentu juga dalam hal-hal lainnya. والله المستعان إلى ما يحبه ويرضاه

HIDUP KITA: HARTA DAN ANAK

HIDUP KITA: HARTA DAN ANAK

 

 

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

“dan ketahuilah bahwasannya hartabendamu dan anak-anakmu merupakan fitnah, dan bahwa Allah itu disisiNya ada pahala yang besar “. al Anfal: 28.

Banyak hal yang bisa kita jadikan petunjuk dalam menghadapi dan menjalani hidup di dunia ini berdasar satu ayat tersebut di atas. Perlu kita sadari bahwa kita umat Islam hidup di dunia, tidak hidup dalam angan-angan atau khayalan. Semua orang, semua makhluk hidup di dunia yang disediakan oleh Allah ini, hanya saja tentu beda bagaimana cara orang Islam dan cara orang non Islam hidup di dunia ini. Semua Allah berikan kesempatan dan hak yang sama untuk menikmati kehidupan dunia ini, hanya saja Allah ingatkan bahwa kenikmatan dunia ini sangatlah kecil saja dibanding kenikmatan di sisi Allah.

Perjalanan hidup manusia tidaklah terhenti dalam satu tahap saja, tapi sesungguhnya bertahap-tahap, selesai satu tahap dijalani maka akan berlanjut ke tahap berikutnya, misalnya manusia mengalami tahap hidup di perut ibu, kemudian lahir menjalani tumbuh berkembang menjalani hidup di dunia sampai menyelesaikan tahap hidup di dunia, kemudian masuk tahap kehidupan berikutnya yakni kehidupan di alam kubur.

Saat menjalani kehidupan di dunia ini, Allah berikan petunjuk dan pedoman hidup yakni al qur’an. Di dalamnya berisi panduan dan bimbingan bagaimana kita menjalani, mensikapi segala macam hal yang terkait dengan kehidupan di dunia ini, apa hakekat kehidupan dunia ini, apa yang harus dikerjakan, apa yang harus ditinggalkan, bagaimana seharusnya mengisi kehidupannya di dunia ini, semua Allah berikan petunjukny dalam al qur’an.

IIlmu Kehidupan.

Diantara yang paling sering Allah tekankan mengenai bagaimana mensikapi kehidupan dunia ini adalah dengan firmannya “ketahuilah” sebagaimana dalam ayat tersebut di atas dibuka dengan perintah tersebut. “ketahuilah” bukan sekedar tahu sepintas saja, kalau kita lihat akar katanya, واعلموا demikian Allah berfirman, kata ini berakar kata “ilmu”, maka bisa dipahami bahwa orang dituntut untuk memiliki ilmu, terkait dengan kehidupan di dunia ini, orang harus punya ilmu tentang makna dan arti kehidupan ini beserta seluruh fitur kehidupan yang melingkupi dirinya. Fitur ini misalnya derajat, pangkat, status social, kekayaan, jabatan, kepandaian ketrampilan, kekuatan dan kecantikan fisik, dan sebagainya.

Mengapa orang harus memiliki ilmu tentang kehidupan ini? Ya karena sebagaimana dipaparkan di atas bahwa kehidupan manusia itu bertahap-tahap, saat menapaki tahap kehidupan di dunia, ini bukan tahap akhir sehingga tidak dihabiskan dan berakhir di dunia ini, bahwa kehidupan terus berlanjut, maka manusia dalam hidup di dunia ini haruslah memahami sebagai proses bagaimana kehidupan selanjutnya lebih baik yakni kehidupan tahap di alam kubur.

Ketidakpahaman dalam memahami hakekat kehidupan, bias menjerumuskan manusia kepada kenistaan hidup, bahwa hidup adalah untuk hidup di dunia ini semaunya, seenaknya, sesukanya karena meyakini bahwa kehidupan berakhir selesai dengan mati. Berhentilah tahap lainnya, tidak ada hal lain lagi semua selesai, bubar begitu saja. Demikianlah kalau orang tidak memiliki “ilmu” yang memadai tentang dunia ini.

Jadi orang harus memiliki ilmu tentang kehidupan ini, meliputi makna hidup ini secara umum, kemudian kalau dia berprofesi sebagai pedagang maka dia juga harus tahu ilmu perdagangan bukan saja trik berdagang tetapi juga dari sisi ilmu syari’at tentang berdagang itu; mengenai halal haramnya maupun inti berdagang sendiri sebagai bagian dari kehidupannya.

Harta kita

Tentu orang hidup di dunia ini membutuhkan harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Memang hidup tanpa harta tentu tidak akan bias berjalan dengan baik, bahkan ibadah murni sekalipun tidak akan bias dikerjakan dengan baik manakala tidak ada harta benda yang menyertainya. Ambil contoh ibadah haji atau umroh tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit, artinya kalau orang tidak ada beaya sendiri atau barangkali ada yang membiayai tentu tidaklah dapat mengerjakannya. Ibadah puasa sekalipun, miski dituntut untuk menahan dari makan dan minum tetapi sesungguhnya sebagai penyempurna ibadah puasa, seseorang dituntut untuk bisa banyak-banyak bersedeqah atau menyediakan makanan berbuka puasa bagi orang banyak.

Hanya saja tentu ada perbedaan sikap terhadap harta benda ini, dimana seorang muslim wajib mengusahakan dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan karunia Allah ini, tetapi bukan hanya bersungguh-sungguh, namun perlu memahami bahwa harta adalah karunia Allah sehingga ketika mengusahakan dan menggunakan harta itu semuanya disesuaikan dengan panduan hidup yang sudah Allah turunkan. Sebagai contoh bagaimana sikap seorang musllim terhadap harta ini, apa yang dilakukan oleh para sahabat nabi Muhammad saw. Sahabat Abu Bakar misalnya, ketika melihat Bilal disiksa tuannya, maka serta merta Abu Bakar menggunakan hartanya untuk membebaskan Bilal, padahal Bilal bukanlah saudaranya, tetapi Abu Bakar memahami bahwa harta adalah milik Allah, dirinya adalah sebagai yang dititipi dan ia menggunakannya sebagaimana Allah memintanya. Bahkan saat Rasulullah mengumumkan membutuhkan biaya banyak untuk melawan orang-orang yang memusuhi Islam, dari orang-orang kafir, beliau serahkan semuanya kepada Rasulullah, bahkan saat ditanya oleh Nabi Muhammad, apa yang disisakan untuk keluargnya, Abu bakar mengatakan, Allah dan RasulNya cukuplah bagi dirinya dan keluarganya.

Demikianlah sukap para sahabat terhadap harta, mencari sebanyak-banyaknya semampunya dengan cara yang diajarkan oleh Islam, dan menggunakannyapun sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam.

Anak kita

Selain harta, sesungguhnya banyak hal yang terkait dengan kehidupan kita sebagaimana kita sebutkan di awal, dalam ayat ini disebutkan dua hal yakni : 1) harta dan 2) anak. Disebutkannya dua hal ini, dalam balaghah bias disebut sebagai menyebutkan sebagain tetapi dimaksudkan untuk semunya. Kedua hal ini, harta dan anak merupakan hal yang paling dekat dengan diri kita sebagai manusia. Kehidupan tanpa kedua hal ini rasanya tidaklah lengkap, banyak harta tetapi tidak memiliki keturunan bias saja pada akhirnya menjadikan malas, tidak bergairah hidup. Begitu pula orang hidup dengan keturunannya tetapi hartanya sedikit. Karena itulah maka anak-anak sebagai kecintaan hidup haruslah juga dipahami ilmunya tentang apa sesungguhnya anak-anak ini dalam hubungannya dengan kita. Apakah sebatas hubungan biologis dan psikologis? Ataukah di sana ada makna lain tentang anak-anak kita?

Fitnah

Keduanya oleh al qur’an disebut sebgai fitnah, sebagai ujian dan cobaan bagi manusia, apakah akan terlenakan sibuk mengurusi hal-hal tersebut sehingga mengabaikan bagaimana seharusnya mengurusi hal-hal tersebut dan mengabaikan kewajiban kita kepada Allah. Bisa jadi orang dalam posisi yang sama, saat diuji dengan kekurangan ia menggerutu sementara saat diuji dengan kelebihan, ia menjadi congak, keduanya tentu bukan yang dikehendaki Islam. Tapi secara umum sabar dan syukur adalah kunci yang silih berganti dipakai baik dalam keadaan kekurangan atau kelebihan.

Allah: tumpuan kita

Ketika kita menumpukan semuanya kepada Allah, tentulah hidup menjadi nyaman, tidak ada lagi rasa was-was jatuh miskin atau kebingungan bagaimana memanfaatkan harta sebaiknya.Dengan keyakinan demikian, maka ia meyakini apapun yang terkait dengan hidupnya, semunya diorentasikan kepada Allah tidak ada keraguan sedikitpun, karena semata mengharapkan karunia di sisi Allah yang jauh lebih besar daripada apa yang ia usahakan dari kehidupan di dunia ini. Jadi semua fitur kehidupan di dunia ini semunya bukan berhenti dan untuk menghabis-habiskan untuk dunia ini saja, tetapi dipakai untuk kebaikan disisi Allah.

Wallahu a’lam bish shawwab.

MASALAH WIFI LENOVO S20-30

masalah mati hidup sendiri wifi lenovo s20-30

pake Lenovo seri s20-30 yang trasa beda itu di wifinya yang nampak kurang kuat menangkap sinyal, dah gitu sukae mati hidup sendiri alias otomatis disconnect, sempat instal ulang ganti sama drivernya, tapi masih sering disconnect otomatis gitu..

nyari -nyari ada tutorial dari lenovo sendiri,gini

1. buka

1

2. klik kanan wifi, klik properties, klik power manajemen, hilangkan tanda conteng “allow the computer to turn off teh divice” klik oke

2

 

PEMERATAAN PENDIDIKAN

Indonesia dengan jumlah penduduk usia sekolah sedemikan banyak, cukip sudah sebagai pr bagi pemerintah, mungkin belum saatnya prioritas mutu, tapi lebih bagaimana seluruh anak bangsa bisa merasakan mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan sampai setaraf menengah atas. Betapa sesungguhnya itupun belum seberapanya, tetapi berharap besar samapi denagn sekolah menengah potensi kecerdasan otak sebagai karunia allah yang paling berharga bisa dikembangkan dan dipotensikan dengan bekal pendidikan sekolah menengah atas itu.

mengingat betapa rendahnya jadi orang bodoh, miski tanpa sekolah bisa saja jadi orang pintar, tapi secara kenegaraan sekolah perlu wajib dan pemerintah harus mengupayakan. Juga bukan berarti dengan pendidikan slta menjamin tidak terendahkan secra keilmuan, karena kalau ambil pembanding luar negri akan tampak betapa kita secra rata2 belum bisa bersaing, masih sering jadi bulan bulanan dan dikendalikan. Miski secra pribadi tidak kalah dana banyak yang berprestasi.tetapi itu belum cukup mengangkat dari keterpurukan dan kehinaan kebodohan.

namun itulah upaya, saat pada taraf ttentu demikian tentu juga harus dibuatbpeningkatan kemajuan keilmuan. Terkembali lagi pada masalah bagaimana kita memajukan sementara kalau pendidikan dasar dan menengah saja mash belum bisa dikenyam. Maka pendidikan bermutu menjadi mimpi saja. Apalagi bila harus berbicara pada mutu dan akhirnya berbicara bahwa mutu berkaitan dengan biaya. Biaya tinggi kalau orang tua mampu mungkin tidak maslah mendapatkan akses sekolah bermutu, tetapi saat orang tua dalam keadaan kekurangan, jangankan pendidikan bermutu, barangkali meraih selesai peneidikan dasar menengah saja kesulitan.

bilandemikian keadaannya maka pendidikan hanya bisan diakases kaum berduit saja, yang msikin semakin terpinggirkan dan tetap dalam kebodohannya

membangun peradaban dunia bersama perpustakaan maya

Perpustakaan

Isinya buku tentu saja, dan itu karya pemikiran umat manusia, tetapi kemudian jaman kapitalis, anugerah pemikiran itu dipatenkan oleh penerbit buku. Sehingga pemikiran pemikiran orang orang hebat itu tentu saja akhirnya hanya bisa dimiliki oleh orang yag punya duit. Bagiaman tidak kalau untuk membeli bukunya saja yang memuat hasil pemikiran tadi harganya mancapai ratusan bahkan jutaan perbuku? Belum lagi misalnyabtidak membeli bukunya tetapi mendapatkan langsung dengan cara belajar di mana si pengarang tadi mengajar, tentu juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit termasuk harus bersaing untuk bisa masuk d ruang kelas sang pemikir tersebut.

ambil contoh, satu buku saja tentang pendidikan mengenai desain pengajaran atau instructional design. Beberapa buku tentang DP/ID yang bagus tentu ditulis dalam bahasa asing krn dikembangkan oleh mereka. Berapa ruapiah yang harus dibayarkan untuk mendapatakn bukunya? Mahal tentu ukuran kantong mahasiswa kita, rata rata demikian. Kl harus mendapatkan langsung ilmunya tentubhrus keluar negri, brapa banyak lagi yag harus dikeluarkan biayanya? Mungkin akan dikatakan memang mahal untuk meraih semua itu. Yaa kalau berpikirnya ala kapitalis memang bgtu, dengan demikian akan selamnya kira kira yang bodoh dilarang jadi pintar….karena memang tidak ada akses untuk pintar, maka yang ada kapitalisasi pendidikan. Padahal kalau mau merenungkan bukankah ilmu anugerah dari yang maha kuasa yangbsemestinya disebarakan dengan cara yang semurah dan seluas mungkin, hanya karane kapitalisme global maka kepeintaran hanya bisa dinikmati sekelompok mereka yg punya uang.

namun kesadaran manusia, dijaman digital sekarang ini mulai tumbuh, paling tidak muncul wikipedia yang nirlaba sehingga semua orng bisa mengakses pengetahuan. Termasuk barangkali orang orangbyang gemar ,enulis dalam blog yang mmberikan ilmunya semampunya sehingg bisa dibaca dikutip orang lain.

rasanya harus berterima kasih kepada sumber sumber yang menyediakan akses buku buku bermutu secara gratis, misalnya en.bookfi.org, en.booksee.org, gen.lib.rus.ec dan sebagainya, barangkali itu tiga dari sekian banyak peepustakaan digital yang terbesar. Andai bisa lebih besar lagi dan gratis maka peradaban dunia akan bisa dibangun lebih cepat. Namun barangkali dari sisi kapitalisme dianggap merugikan. Maka mereka bergabung menutup misalnya yang dulu konon pernah ada, library.nu atau sejinisnya yang dahulu pernah ada