Tokoh-tokoh ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan Abbasiyah

3.10 Memahami kontribusi tokoh-tokoh ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan Abbasiyah

Mengenai sumbangan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan Islam pada masa daulah Absiyah ini dapat dibaca karya George Sarton “Introduction To The History of Science Volume I “ di mulai dari bab 28 hingga bab 34, buku tersebut dapat di unduh dari link berikut ini: http://libgen.io/ads.php?md5=ef7272391c09c0b1a8f6dc89b3655853

Sebagaimana sudah disinggung di bagian depan mengenai proses berkembanganya ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, maka bagian ini akan diketengahkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan pada masa Abasiyah. Tokoh-tokoh ini berasal dari berbagai latar belakang agama, ras, bahasa tetapi hidup dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan dukungan para khalifah Abasiyah.

A. Pada masa khalifah Abu Jakfar al Manshur 775 M dan Harun ar Rasyid 809 M:

1 Berikut ini sekedar memberikan gambaran mengenai begitu banyaknya tokoh-tokoh yang mengembangkan ilmu pengetahuan. 1

# Ahli matematika dan astronomi:

1. Ibrahim al-Fazari (Abu Ishaq Ibrahlm ibn Habib ibn Sulaiman ibn Samura ibn Jundab) wafat tahun. 777 M. Seorang astronomer muslim yang pertama kali menciptakan astrolabe yakni alat penghitungan astronomi yang sangat kuno untuk memecahkan masalah berkaitan dengan waktu dan posisi matahari dan bintang-bintang di langit. Seiring perkembangannya astrolabe terus dikembangkan. Salah satu contoh gambar astrolabe

Date      : 1068 (A.H. 460)Maker   : Ibrahīm ibn Sa’īd as-SahlīPlace     : ToledoMaterial: BrassInventory no.:    55331Acquisition  : Presented by Lewis Evans in 1924(https://www.mhs.ox.ac.uk/astrolabe/catalogue/frontReport/Astrolabe_ID=154.html)

Contoh lain astrolabe yang dikembangkan oleh Jean Fusoris (1365 M) lahir di Giraumont, Perancis

Tampak bagian depan astrolabe Fusoris.

(http://www.astrolabes.org/pages/fusoris.htm)

Ya’qub Ibn Tariq, (796 M), salah satu ahli astronomi yang terhebat, hidup pada masa khallifah Abu Jakfar al Manshur, ia bertemu dengan orang hindu India (Kankah/Mankah) yang membawa Siddhanta, sebuah karya tentang matematika dan astronomi.

Muhammad Ibn Ibrahim Al-Fazari (Abu ‘Abdallah Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari), 803 M, seorang muslim ahlli sains dan astronomi, diperintahkan oleh khalifah al Manshur untuk menerjemahkan siddhanta yang berbahasa Sansekerta ke dalam bahasa Arab.

# Kimia:

Jabir ibn Haiyan (Abu Musa Jabir ibn Haiyan al-Azdi) 776 M, dia orang Arab yang paling terkenal dalam bidang kimia, dikenal di barat Barat sebagai Geber, ahli kimia abad pertengahan. Ia tinggal di Kufah.

B. Masa khalifah al Makmun 833 M:

Perkembangan dan ahli sains secara umum:

Al-Kindi (Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishaq ibn al-Sabbah al-Kindi) dalam nama Latin, Alkindus berkarya di Baghdad sejak zaman al-Ma’mun dan al-Mu’tasim. Ia meninggal tahun 873 M. Dikenal sebagai ahli filsafat dari Arab, “The philosopher of the Arabs;”. Pengetahuannya tentang sains dan filsafat Yunani tidak diragukan lagi. Ia juga melakukan studi mendalam terhadap karya Aristotles. Banyak karyanya yang berhubungan dengan matematika, astrologi, fisika, musik, farmasi dan kedokteran dan geografi. Sehingga ia ibarat sebuah ensiklopedi sains.

# Geometri:

Al-Hajjaj ibn Yusuf orang pertama yang menerjemahkan  Elements karya  Euclid ke dalam bahasa Arab.

Al-‘Abbas memberikan komentar mengenai karya ini.

Abu Sa’id al-Darir menulis tentang rumus-rumus permasalahan dalam geometri.

Dua anak Banu Musa (Muhammad dan Hasan) juga tertarik dengan geometri.(Ahmad, anak ketiga Banu Musa, lebih tertarik pada ilmu mekanika.)

# Aritmatika dan Aljabar:

Sahl ibn Bishr, seorang yahudi dan ahli astrologi menulis tentang rumus-rumus aljabar.

al-Khwarazmi, mengombinasikan Yunani dan India yang memberikan pengaruh besar pada matematika abad pertengahan.

 al-Kindi, ahli filsafat juga menulis rumus-rumus matematika.

# Ahli matematika dan astronomi dari kaum Muslim:

Al-Hajjaj ihn Yusuf ibn Matar, ditengarai berkarya di Baghdad antara tahun 786 dan 833 M. Orang pertama yang menerjemahkan “Elements” karya Euclid ke dalam bahasa Arab. Salah satu penterjemah awal : “Almagest” (kitab al-mijisti).

Al-‘Abbas ibn Sa’id al-Jauhari. dia juga ambil bagian dalam pengamatan astronomi di Baghdad, memberikan komentar terhadap Element karya Euclid.

Abu Sa’id al-Darir al-Jurajani. 845/846, menulis rumus-rumus geometri.Abu ‘Abdallah Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi. Ahli matematika, astronomi, geografi. Dia menggabungkan antara pengetahuan Yunani dan India sehingga memberikan pengaruh yang besar bagi pemikiran matematika abad pertengahan. Warisan aritmatikanya sistem penulisan angka India/Hindi (1,2, 3 dst) menjadi terkenal di Eropa dan Arab. Karya lainnya yang juga penting dalam aljabar adalah Hisab al-jabr wal-muqabala.

https://www.huffingtonpost.com/sasha-brookner/the-golden-age-of-islam_b_1941608.html

Ahmad ibn Muhammad al-Nahawandi. Berkarya di Jundishapur, wafat antara 835 -845 M.

Habash al-Hasib (Ahmad ibn ‘Abdallah al-Marwazi) berkarya di Baghdad; wafat antara tahun 864 – 874 M.

# Kimia, Fisika Dan Teknologi.

Sanad ibn ‘Ali dia membuat penelitian khusus tentang gravitasi

Al-Kindi membuat rumus-rumus geometri dan optik.

# Geografi dan geologi Islam

Al-Ma’mun sendiri yang memerintahkan pengukuran geodesi, dan membuat peta dunia.

al-Khwarizmi ahlli matematika juga menulis tentang hukum-hukum geografi, berjudul “the Face of the Earth” sebagai revisi dari geografi Ptolemy.

Buku Ibnu Sina yang berjudul “Al Mantiq Al Masyriqiyah” bisa dibaca di sini : https://ia902700.us.archive.org/29/items/mantiqalmashriqi00avicuoft/mantiqalmashriqi00avicuoft_bw.pdf.

C. Sastra

Beberapa karya sastra masa Abbasiyah yang terkenal hingga sekarang ini misalnya : kisah 1001 malam atau di Barat dikenal sebagai Arabian Nights, merupakan kisah dalam kisah Syahrazar dan syahrazad (Scheherazade), diantara bagian yang terkenal adalah Aladin, Alibaba, putri Yasmin, Sinbad, lampu ajaib dengan jinnya, karpet terbang. Prosa (natsr) kisah seribu satu malam dibuat dalam rentang waktu yang lama berlatar belakang pada 786 hingga 808 Masehi, oleh banyak orang hingga dicetak dalam naskah bahasa Arab pada tahun 1200-an Masehi. Sekedar untuk diketahuai diterjemahkan ke bahasa Inggris pada tahun 1706 Masehi.  Andrew Lang menerbitkan versinya sendiri tahun 1898, yang telah dimodifikasi untuk hiburan anak-anak yang dinamanakan dengan The Arabian Nights Entertainments. Dalam pengantarnya ia menyediakan satu bagian khusus seri untuk anak-anak yakni (The Color Fairy book series). Versinya ini diterjemahkan dari 1001 malam edisi Perancis yang diedit oleh Monsieur Galland. Contoh-contoh terjemahan bahasa Inggris bisa dilihat di: https://fairytalez.com/author/a-1001-nights/

Gambar ilustrasi 1001 malam lukisan  (1873) by Gustave Clarence Rodolphe Boulanger.

Sastra puisi

Sastrawan puisi atau syair pada masa Abasiyah diantara yang terkenal adalah:

Abu Nuwas, nama lengkapnya Abu Nuwas al-Hasan bin Hani al-Hakar, karyanya mencakup puisi pujian, puisi satir, lagu, elegi dan puisi religi.

Abul Athiya, lengkapnya adalah Ismail bin Qasim bin Suaid, karakter utama bait-bait puisinya menggunakan ungkapan sederhana, dikenal sebagai penyair yang memiliki kedalaman samudera dalam mengungkapkan makna, terang maksudnya dan sederhana bentuk ungkapannya. Bisa membuat banyak makna dalam kalimat sederhana.

Al Mutanabbi, nama lengkapnya Abu Tayyib Ahmad bin Hussain, ia merupakan penyair paling terkenal dalam santra Arab. Gaya puisinya merupakan perpaduan antara filsafat dengan keindahan puisi, sehingga puisi-puisinya sebagai wujud apresiasi dia terhadap kehidupan sosial dan moral masyarakatnya. Puisinya bersinggungan langsung dengan kehidupan.

Gambar: Kartun doraemon dengan latar kisah 1001 malam

Sastra prosa

Prosa ber-rima atau yang dikenal sebagai Maqama, tokoh-tokoh yang terkenal mengembangkan prosa ini diantaranya adalah Ibn Nubata, Badi’uz zaman al Hamdani, dan al Hariri.

D. Administrasi Negara:

Berikut ini perintis administrasi Islam, berdasar urutan kronologis. Yaitu: Abu Yusuf, al-Mawardi, al-Ghazali, ibnu Taimiyyah, dan ibnu Khaldun. Dua pertama hidup pada masa Abbasiyah.

Abu Yusuf (113 (H)/731 (M)-182 (H)/798(M). Diangkat oleh khalifah Harun Ar Rosyid sebagai penasehat administrasi secara umum termasuk peradilan, keungan dan pajak, kitabnya yang terkenal adalah al Kharraj, yang sudah diterjemahkan oleh orang Barat pada bagian yang berisi saran – saran kepada Harun Ar Rasyid.

Al-Mawardi (364 (H)/975 (M)-450 (H)/1058M, lengkapnya Abul Hasan Ali ibn Muhammad ibn Habib al-Mawardi merupakan salah-satu pakar dalam pemerintahan dan administrasi Islam. Karya utamanya, berjudul al-Ahkam as-Sultaniyyah. M. Egner, telah menerjemahkan dan menyunting karya ini ke bahasa Jerman dengan judul Constitutions Politicae. Juga E. Fagnan, telah menerbitkan karya tersebut dengan judul Les status gouvernementaux, ou Regles des droit publiques et administratifs.

E. Secara umum para pioner bidang ilmu pengetahuan:

Abd al-Malik Ibn Quraib al-Asmai (740-828) Zoology, botany, peternakan.

Muhammad Bin Musa al-Khwarizmi (Algorizm) (770-840) matematika, astronomi, geografi (algoritma, aljabar, kalkulus)

Hunayn Ibn Ishaq :  seorang kresten nestorian penerjemah sekaligus ahli anatomi mata.

Abu ‘Uthman ‘Amr ibn Bakr al-Basri al-Jahiz  (776-868) Zoology, tatabhasa Arabic, retorika, leksikografi.

Yaqub Ibn Ishaq al-Kindi (Alkindus) (800-873) filsafat, fisika, optik, pengobatan, matematika, melurgi.

Jabir Ibn Haiyan (Geber) (wafat 803), Thabit Ibn Qurrah (Thebit) (836-901) astronomi, mekanika, geometri, anatomi.

Ali Ibn Rabban al-Tabari (838-870) pengobatan, matematika, kaligrafi, literatur.

Abu Abdullah al-Battani (Albategnius) (858-929) astronoomi, matematika, trigonometri

Abul-Abbas Ahmad al-Farghani (al-Fraganus) (C. 860) astronomi, teknik sipil

Muhammad Ibn Zakariya al-Razi (Rhazes) (864-930) pengobatan, optalmologi, cacar, kimia, astronomi.

Abu al-Nasr al-Farabi (al-Pharabius) (870-950) sosiologi, logika, filsafat, ilmu politik, musik.

‘Abbas Ibn Firnas (Died 888) mekanika penerbangan, planetarium, kristal.

Abd-al Rahman al-Sufi (Azophi) (903-986) astronomi

Abu al-Qasim al-Zahrawi (Albucasis) (936-1013) pembendahan, pengobatan.

Abul Wafa Muhammad al-Buzjani (940-997) matematika, astronomi, geometri, trigonometri.

Abul Hasan Ali al-Masu’di (Died 957) geografi, sejarah.

Abu Ali Hasan Ibn al-Haitham (Alhazen) (965-1040) fisika, optik, matematika.

Abu al-Hasan al-Mawardi (Alboacen) (972-1058) ilmu politik, sosilogi, hukum, etika.

Abu Raihan al-Biruni (973-1048) astronomi, matematika, menentukan lingkar bumi.

Abu Ali al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Avicenna) (981-1037) pengobatan, filsafat, matematika, astronomi.

Abu Ishaq Ibrahim Ibn Yahya al-Zarqali (Arzachel) (1028-1087) astronomi (astrolabe)

Omar al-Khayyam (1044-1123) matematika, puisi

Abu Hamid al-Ghazali (Algazel) (1058-1111) sosiologi, teologi, filsafat.

Abu Marwan Ibn Zuhr (Avenzoar, Abumeron) (1091-1161) pembedahan, pengobatan

Abu Abdallah Muhammad al-Idrisi (1099-1166) geografi (peta dunia, globe pertama)

Abul Waleed Muhammad Ibn Rushd (Averroes) (1128-1198) filsafat, hukum, pengobatan, astronomi, teologi.

Nasir al-Din al-Tusi  (1201-1274) astronomi, geometri non-Euklid

Nur al-Din Ibn Ishaq al-Bitruji (Alpetragius) (Died 1204) astronomi.

Jalal al-Din Rumi (1207) sosiologi

Ibn al-Nafis Damishqi (1213-1288) anatomi.

Abu Muhammad Abdallah Ibn al-Baitar (Died 1248), farmasi, botani.

Mohammed Targai Ulugh Beg (1393-1449) Astronomi.

Abd al-Rahman Ibn Muhammad Ibn Khaldun (1332-1395) sosiologi, filsafat sejarah, ilmu politik.

http://www.businessinsider.com/mark-zuckerberg-the-muqaddimah-2015-6/?IR=T

F. Hasil karya masa keemasan Islam:

Pembenahan dan alergi: Yuhanna ibn Masawayh yang melakukan pembedahan dan menjelaskan alergi.

Penyakit cacar, campak, salep, kompres panas: Abu Bakar Muhammad bin Zakariyya ar-Razi (Rhazes) yang membedakan cacar dari campak, memperkenalkan salep dan kompres panas dalam operasi, menyelidiki reaksi psikosomatik, dan menulis kitab yang terkenal : Al-Hawi, ensiklopedia medis terdiri 30 jilid.

Pembedahan dan benang jahit pembedahan: Az-Zahrawi (Abulcasis), dikenal sebagai bapak dari pembedahan, yang dilakukan tracheostomy dan litotomi, memperkenalkan penggunaan kapas dan catgut, dan menggambarkan kehamilan ekstra-rahim, kanker payudara.

Jenis-jenis penyakit: Ibnu Sina (Avicenna) yang membedakan meningitis dari penyakit neurologis lainnya, menjelaskan antraks dan tuberkulosis, memperkenalkan obat uretra, menekankan pentingnya kebersihan, dan diet, dan pendekatan holistik untuk pasien, karyanya al-Qanun fil Tibb, mewakili otoritas mutlak dalam pengobatan selama 500 tahun.

As- Syifa’ ( The Book of Recovery or The Book of Remedy = Buku tentang Penemuan, atau Buku tentang Penyembuhan).

Buku ini dikenal didalam bahasa Latin dengan nama Sanatio, atau Sufficienta, termasuk buku induk dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan. Seluruh buku ini terdiri atas 18 jilid, naskah selengkapnya sekarang ini tersimpan di Oxford University London. Mulai ditulis pada usia 22 tahun (1022 M) dan berakhir pada tahun wafatnya (1037 M). Isinya terbagi atas 4 bagian, yaitu :

Logika (termasuk didalamnya retorika dan syair) meliputi dasar karangan Aristoteles tentang logika dengan dimasukkan segala materi dari penulis – penulis Yunani kemudiannya.

Fisika (termasuk pertanian, dan hewan). Bagian – bagian Fisika meliputi kosmologi, meteorologi, udara, waktu, kekosongan dan gambaran).

Matematika. Bagian matematika mengandung pandangan yang berpusat dari elemen – elemen Euclid, garis besar dari Almagest-nya Ptolemy, dan ikhtisar – ikhtisar tentang aritmetika dan ilmu musik.

Metafisika. Bagian falsafah, pokok pikiran Ibnu sina menggabungkan pendapat Aristoteles dengan elemen – elemennya Neo Platonic dan menyusun dasar percobaan untuk menyesuaikan ide-ide Yunani dengan kepercayaan – kepercayaan.

Kelumpuhan faring: Ibnu Zuhr-(Avenzoar) yang menggambarkan perikarditis, mediastinitis, dan kelumpuhan faring, dan yang menunjukkan pentingnya obat bagi tubuh dan jiwa.

Sirkulasi paru-paru: Ibn-Nafis menjelaskan tentang sirkulasi paru-paru

Contoh situs yang memuat sumbangan Islam terhadap ilmu pengetahuan:

https://www.nationalgeographic.com/archaeology-and-history/magazine/2016/11-12/muslim-medicine-scientific-discovery-islam

http://www.islamicity.org/6388/contributions-of-islamic-civilization-to-the-modern-world/

https://study.com/academy/lesson/muslim-learning-scientific-artistic-medical-literary-accomplishments.html

3.11 Mengidentifikasi pusat-pusat peradaban Islam masa pemerintahan Abbasiyah

  1. Kufah

Merupakan ibukota pertama kali Abasiyah. Di sini pendudukanya lebih banyak mendukung keturunan Ali bin Ali Thalib, sehingga kota ini tidak sesuai bagi Abasiyah, kemudian memindahkannya ke Hirah.

  • Hirah

Merupakan kota pilihan pertama sebagai tempat menetap sementara setelah dari Kufah, yang terpenting adalah sesegera mungkin meningglkan Kufah sambil memikirkan kota yang lebih sesuai sebagai ibukota Abasiyah. Di kota ini Abbasiyah menetapkan Anbar/Hasyimiyah sebagai lokasi berikutnya untuk ibukota.

  • Anhar/Hasyimiyah.

Abul Abbas Assafah memindahkan Hirah ke Anbar, kota tua yang awalnya dibangun raja Parsi Heraklius yang dibangun kembali oleh Abul Abbas Assafah yang kemudian dinamkan Hasyimiyah. Di kota ini terjadi pemberontakan kaum Rawandiyah pada masa Khalifah Abu Jakfar al Manshur.

  • Baghdad

Kota ini dibangun oleh Abu jakfar Al Manshur sejak tahun 145 H dan mulai pindah ke Baghdad tahun 146 H sambil melanjutkan pembanguna lainnya hingga tahun 149H. Terletak di dekat sungai Dajlah sekaligus tidak jauh dari sungai Furat yang merupakan jalur tranportasi perekonomian, sekaligus juga terletak antara negeri-negeri Arab dan bukan Arab. Baghdad menjadi kota yang makmur, maju, kaya dengan peradaban. Menjadi pusat perekonomian dan politik, sosial dan ilmu pengetahuan yang terkenal ke seluruh dunia. Sebagai pusat semua peradaban ini maka Baghdad disebut sebagai kota tamaddun.

  • Karkh

Kota Karkh dibangun oleh Abu jakfar al Manshur untuk menjamin keselamatan dirinya dari campur aduknya antara aktifitas perdagangan dan politik serta mata-mata musuh-musuhnya yang berbaur di kota Baghdad. Untuk menghindari ini maka aktifitas perdagangan dipindahkan ke kota Karkh sehingga dapat mengurangi resiko pergerakan mata-mata musuhnya.

  • Rusafah

Kota yang dibangun oleh Al Manshur untuk anaknya Al Mahdi sebagai kota kedua bagi Baghdad yang merupakan kota tambahan untuk pasukan tentara Baghdad. Terletak di timur baghdad dan merupakan kota yang paling nyaman untuk perlindungan sekaligus merupakan tempat makam para khalifah.

  • Samarra

Kota lama di timur seungai Dajlah yang direnovasi oleh Abbasiyah khususnya Harun Arrasyid, yang menggali sungai dekat kota yang dinamakan Taqul. Samarra yang berarti “kota menarik bagi yang melihatnya”. Kota ini ditempati khalifah al Mu’tashim setelah melihat kota Baghdad sesak tidak nyaman dan menjadikannya sebagai ibukota Abbasiyah hingga wafatnya, yang kemudian dilanjutkan oleh Al Mutawaakil yang membangun maghligai al Arus, Al Mukhtar dan Al Walid, di kota ini pula khalifah Al Watsiq bahkan juga khalifah Al Muntashir bertempat tinggal. Kemudian pada masa Al Mu’tadhid ketika pengaruh Turki semakin kuat maka Al Mu’tadhid memindahkan ibu kota Abbasiyah ke Baghdad. Di kota Samarra ini ada gua yang diyakini oleh orang-orang Syi’ah sebagai tempat hilang dan sekaligus munculnya imam mereka yakni imam Mahdi.

Perkembangan ilmu pengetahuan Islam pada masa Abbasiyah

3.9 Mengklasifikasi perkembangan ilmu pengetahuan Islam pada masa Abbasiyah

Lihat A. Syalabi hal: 188-197. Secara umum dapat digambarkan, keilmuan Islam yang dikenal sekarang ini mulai tumbuh pesat pada masa Daulah Abasiyah. Mengenai detail sejarah perkembangan keilmuan Islam ini dapat dipelajari lebih lanjut dalam sejarah pertumbuhan masing-masing disiplin ilmu. Disini sekedar memberikan gambaran umum perkembangannya.

a. Pertumbuhan madzab fiqih

Pertumbuhan fiqih ini juga mengikut tradisi masyarakat suatu tempat, misalnya penduduk Madinah yang relatif masih jauh pusat kota Baghdad dan penduduknya banyak menghapal hadits, maka fiqihnya bercorak ahlul hadits, sementara penduduk Iraq yang dekat dengan pusat kota kekhalifahan Abasiyah cenderung menggunakan akal pikirannya untuk menentukan fiqih Islam disamping perkembangan problem masyarakat yang sudah relatif komplek dan hadits yang ada juga tidak sebanyak di Madinah. Maka fiqih Irak bercorak ahli ra’yi. Adapun madzhab fiqih ini memberikan dasar-dasar mengenai hukum Islam.

Madzab fiqih sesungguhnya banyak, hanya saja yang berkembang dan diikuti oleh mayoritas kaum muslimin berkisar pada empat madzab fiqih berikut ini.

  1. Abu Hanifah (An Nu’man bin Tsabit al Kufi) (700–767 M), berkebangsaan Persia sebagai pedagang dan dimakamkan di Baghdad, pemikirannya dalam bidang fiqih berkembang menjadi madzab Hanafi. Muridnya yang terkenal diantaranya adalah Abu Yusuf dan Muhammad bin al Hasan.
  2. Malik ibn Anas (Malik bin Anas al Ishbahi), (710–795 M), menjadi madzab Maliki. Keluarganya berasal dari Yaman kemudian pindah ke Madinah, begitu pula imam Malik tinggal di Madinah.
  3. Muhammad asy-Syafi (Abu Abdillah bin Muhammad bin Idris Asy Syafi’i) lahir di Gaza (767–820 M), imam Syafi’i tidak bertemu dengan dengan Abu Hanifah karena tahun meninggalnya Abu Hanifah, imam Syafi’i lahir, tetapi beliau berguru kepada Muhammad murid Abu Hanifah, juga berguru kepada Imam Malik. Madzabnya disebut sebagai madzab Syafi’i.
  4. Ahmad ibn Hanbal (Abu Abdullah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asad asy Syaibani, lahir di Baghdad (780–855 M), beliau juga belajar ke imam Syafi’i. Pemikiran fiqihnya berkembannga menjadi madzhab Hanbali.

b. Pertumbuhan ilmu hadits.

Gambar komplek makam Imam Bukhari dan berita pembukaan komplek makam

http://www.samarkandtour.com/en/attractions/dostoprimechatelnosti_samarkanda/memorialnyiy_kompleks_imam_al-buhari.html

Pada masa ini para imam-imam hadits yang terkenal mengumpulkan hadits dan membukukannya

  1. Al Imam Malik (Abu Abdillah Malik ibn Anas ibn Malik Ibn Abi ‘Amir) lahir tahun 95 H wafat 179 H, kitab haditsnya dikenal sebagai al Muwatha’ atau Muwatha al Imam Malik. Termasuk kitab hadits pada abad ke-2 H. Beliau hidup pada masa daulah Umawiyah hingga daulah Abasiyah sampai pada kekhalifahan Harun Ar Rasyid (W.193 H).Selanjutnya kitab hadits berikut ini dikumpulkan pada abad ke-3 H.
  2. Ahmad bin Hanbal (Abu Abdillah Ahmad Ibn Muhammad ibn Hanbal Ibn Hilal Ibn Asad Ibn Idris. Lahir 164 H wafat 241 H. kitab haditsnya lebih dikenal dengan nama Musnad al Imam Ahmad.
  3. Ad Darimi (Abdullah bin Abdurrahman bin al Fadhl bin Bahram bin Abdush Shamad), dikenal sebagai imam Ad Darimi karena dinisbahkan kepada Darim bin Malik dari kalangan kabilah at Tamimi dari negeri Samarqand. Lahir 181 h wafat 255 H, kitabnya yang terkenal dalah hadits adalah Sunan ad Darimi.
  4. Abu Abdillah ibn Abil Hasan Al Bukhari al Hafidz (Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim Ibn al Mughirah Ibn Bardizabah, lahir tahun 194 H dan meninggal tahun 256 H. Diantara muridnya yang terkenal adalah : al Imam Muslim, al imam At Tirmidzi, al Imam Abu Bakar Muhammad ibn Ishak Ibn Khuzaimah. Kitabnya yang terkenal adalah Al Jami’ Ash Shahih, beliau mengatakan,”aku mengumpulkan kitab Ash shahih ini selama 16 tahun, yang aku seleksi dari 700.000 hadits”. demikian yang dinukilkan dari kitab Tahdzibul Kamal.
  5. Al Imam Muslim (Abu al Husain Muslim ibn al Hajaj Ibn Muslim Ibn ward ibn Kausyadz al Qusyairi an Naisaburi, lahir pada tahun 204 H dan meninggal tahun 261 H. Kitab haditsnya adalah shahih Muslim.
  6. Abu Dawud (Sulaiman ibn al Asy’ats ibn Ishak ibn Basyir Ibn Syadad Ibn ‘Amr wal Azdi As Sijistani. Lahir tahun 202 H dan wafat 275 H. Kitabnya terkenal dengan sebutan Sunan Abu Dawud.
  7. At Tirmidzi (Abu ‘Isa Muhammad ibn ‘Isa ibn Surah Ibn Musa Ibn Ad Dhahak as Silmi at Tirmidzi. lahir 209 H wafat 279 H. Kitabnya yang terkenal adalah Al Jami’ atau Jami’ut Tirmidzi, yang merupakan salah satu dari kitab hadits enam (al kutubus sittah).
  8. Ibn Majah (Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid ibn Majah, lahir pada tahun 209 H wafat tahun 279 H. Merupakan salah satu ahli hadits dengan kitabnya As Sunan atau Sunan Ibn Majah.
  9. An Nasa’i (Abu Abdirahman Ahmad ibn ‘Ali ibn Syu’aib ibn ‘Ali Ibn Sinan ibn Bahr al Khurasani),  lahir 215 H wafat 303 H. Kitabnya terkenal sebagai kitab As Sunan atau Sunan An Nasa’i.

Bila dikaitkan dengan masa daulah Abasiyah maka para ahli hadits ini hingga pada masa khalifah ke-18 yakni al Muqtadir (W. 320 H).

gambar peta perjalan keilmuan Imam Bukhari

c. Pertumbuhan nahwu

Masa ini merupakan masa cemerlangnya pembukuan ilmu nahwu  yang diwakili oleh kelompok ahli Nahwu dari Bashrah yang dipelopori oleh As Sibawaih (180 H) dan al Akhfas (177 H) , dan kelompok ahli Nahwu dari Kufah yang dipimpin oleh Al Kisa’i diperkirakan wafat tahun 186 H dan al Farra’ (208 H) . Namun yang banyak memberikan pengaruh hingga saat ini adalah Nahwu aliran Bashrah. Bahkan pada masa Harun Ar Rasyid nyata sekali persaingan antara As Sibawaih dan al Kisa’i ini.

d. Pertumbuhan tafsir

Pada masa Abasiyah, perkembangan tafsir mencapai taraf pembukuan ilmu-ilmu tafsir bira’yi dan bil ma’tsur. Para ulama mulai mennafsirkan al Qur’an dari satu ayat ke ayat lainnya kemudian membukukannya secara tertib dari ayat pertama hingga terakhir. Para ulama yang dipandang menuliskan dan membukukan tafsir ini adalah Ibn Jarir at Tobari, Ibn Majah, Ibnu Hibban dan al Hakim.

e. Pertumbuhan Ilmu Akidah

Dalam bidang akidah atau persoalan keimanan tumbuh “ilmu kalam” yang menurut Ibn khaldun didefinisikan sebagai: ilmu yang mengandung hujah-hujah tentang akidah keimanan dengan dalil-dalil akal”. Pembahasan berkisar pada persoalan wujud Allah dan sifat-sifatnya, para nabi dan mu’jizatnya dan hari kebangkitan berikut pahala dan siksa di akherat.

Orang yang mengembangkan pembahasan secara mendalam berdasar kekuatan akal mengenai persoalan ini adalah Washil bin Atha, madzab ilmu kalam ini adalah Mu’tazilah kadang juga disebut sebagai Qadariyah. Disisi lain ada Jabariyah memiliki keyakinan bahwa setiap manusia terpaksa oleh takdir tanpa memiliki pilihan dan usaha dalam perbuatannya. Tokoh utamanya adalah Ja’ad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan. Kemudian adalah Abu Musa al Asy’ari yang madzhabnya dikenal sebagai “asy’ariyah” atau “ assunah wal jama’ah” yang paling banyak dianut hingga sekarang ini.

f. Pertumbuhan Ilmu Tasawuf

Merupakan gerakan keagamaan yang berkembang pesat pada masa Abasiyah yakni abad ketiga hijriyah. Berawal dari individu-individu yang menyeru untuk menjauhi kehidupan dunia (zuhud). Hal ini dipicu oleh capaian perluasan wilayah Islam yang sedemikian luasnya, kemakmuran yang tiada tara, ilmu pengetahuan berkembang pesat, perbendaharaan dunia dibuka lebar-lebar untuk umat Islam. Kemakmuran hidup, kekayaan duniawi, kemewahannya sudah sedemikian merajalela, sedangkan masyarakat sangat mengenal ajaran-ajaran Islam terutama kehidupan sesudah alam fana yakni kehidupan akherat dengan segala kenikmatan maupun siksanya. Kehidupan kemewahan dunia dihadapkan dengan ajaran Islam yang demikian kental di masyarakat akhirnya melahirkan gerakan yang ingin memisahkan diri dari gemerlapnya kehidupan dunia untuk mendapatkan kehidupan akherat.

Tasawuf tumbuh pesat di Iraq yakni wilayah Basrah, diantara tokohnya adalah Ibrahim bin Ad_ham, Dawud bin Nashair At tha’i, Rabi’ah al Adawiyah, Ma’ruf al Kurkhi, al Junaid al Baghdadi. (untuk pendalaman bacalah beberapa kisah mengenai tokoh-tokoh ini, sangat memberikan inspirasi batin).

Gambar ilustrasi Rabi’ah Al Adawiyah

https://ar.wikipedia.org/wiki/رابعة_العدوية

Pemberontakan–pemberontakan pada masa pemerintahan bani Abbasiyah

3.8 Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab munculnya pemberontakan–pemberontakan pada masa pemerintahan bani Abbasiyah

Banyak pemberontakan sepanjang waktu kekuasaan Abbiyah yang berlangsung selama kurang lebih 5 abad, tetapi beberapa saja disebutkan pemberontakan yang terjadi pada masa ini, terutama awal-awal Abbasiyah.

Beberapa pemberontakan yang terjadi adalah:

a. golongan alawiyin: sebagaimana diketahui kelompok-kelompok masyarakat Islam diantaranya ada kelompok Umawiyah, kelompok Abasiyah dan kelompok Alawiyah. Adapun kelompok Alawiyah ini melakukan perlawanan semenjak masa Umawiyah dan berlanjut hingga Abasiyah. Pemberontakan ini lebih dilandasi karena masalah perbedaan pendapat mengenai siapa yang lebih berhak menggantikan kepemimpinan kepemerintahan.

b. an nafsu zakiyah: nama sebenarnya adalah Muhammad bin Abdullah bin al-Hasan bin al-Hasan bin Ali bin Abu Talib, ia sejak awal enggan berbait kepada Abul Abbas Assafah. Keengganan bila dilihat dari surat-menyuratnya dengan Abu Ja’far al Manshur maka nampak bermula dari perbedaan pendapat diantara keduanya terkait hak masing-masing sebagai khalifah kaum muslimin.

c. Ibrahim bin Abdullah, merupakan saudara an nafsu zakiyah. Ibrahim ini mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah di kota Basrah yang kemudian memiliki banyak pengikutnya. Sementara ia menyembunyikan dirinya dari khalifah Abu Jakfar al Manshur, lewat pimpinan Isa bin Musa pasukan al Manshur menundukkan Ibrahim. Hal ini juga menunjukkan sebab pemberontakan juga berakar dari masasalah politik yang lebih berhak sebagai khalifah kaum muslimin sekaligus menuntut balas.

Ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah

3.7 Mendiskripsikan proses berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah

Proses kebangkitan ini tidak terlepas dari kebijakan para khalifah abasiyah dalam mendukung perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan. Paling tidak ada tiga hal yang menjadi pendorong perkembangan ini:

  1. Dukungan fasilitas pengembangan peradaban dan ilmu, seperti perpustakaan, alat tulis, kertas, lembaga-lembaga pendidikan.
  2. Penghargaan terhadap para ulama/ilmuwan/pelajar, seperti pemberian hadiah-hadiah bagi para ilmuwan, ulama dan para pelajar. Kedudukan yang tinggi dalam majlis-majlis.
  3. Dukungan terhadap keleluasaan aktifitas pengembangan ilmu pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan berkembang dalam berbagai cabang ilmu, seperti kebebasan menerjemahkan seluruh cabang ilmu pengetahuan, kebebasan mendiskusikan ilmu. Dibukanya akses secara luas untuk mobilisasi arus belajar dari satu wilayah ke wiliyah Islam lainnya.

Lihat A. Syalabi hal: 186, proses kebangkitan ilmu pengetahuan ditandai dengan tiga kegiatan:

  1. Penyusunan buku-buku sains.

Selepas penerjemahan ini mereka mulai membaca dan memikirkan isinya kemudian membuat kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan, tidak hanya di Baghdad tetapi di seluruh daulah Abasiyah. Mengenai buku-buku sains karya orang-orang Islam ini dapat dilihat pada bahasan selanjutnya.

  • Penyusunan ilmu-ilmu Syari’at Islam
  • Penerjemahan karya-karya asing dan peran Bahasa

Penerjemahan karya-karya asing ini selama dua abad, kemudian gerakan penerjemahan menurun, dikarenakan faktor menipisnya buku-buku yang tersisa untuk diterjemahkan, terlebih tidak ada lagi yang bisa bisa diajarkan kepada para terpelajar di dunia Islam.

Gerakan penerjemahan dimulai semenjak khalifah Al Mahdi 775-786, Harun Ar Rasyid dan puncaknya pada masa Al Makmun. Karya dari Yunani, India, Persia. Para penerjemah yang dipekerjakan banyak yang bukan Arab bahkan bukan muslim, mereka dari kepercayaan dan bahasa yang berbeda, ada yang dari Yunani, dari orang nasrani yang sehari-hari berbahasa Syriac. Gerakan penerjemahan ini bahkan juga oleh keluarga seperti keluarga Banu Musa misalnya mengalokasikan 500 dinar (24.000 lira) untuk keperluan penerjemahan.

Disamping itu, masa keemasan Islam didorong oleh dorongan Rasulullah kepada kaum muslimin agar belajar dan mencari ilmu. Bagaimana misalnya bernilainya tinta seorang ulama daripada darah syahid. Komunikasi yang lebih mudah antar daerah karena dalam satu wilayah kekuasaan Islam para ilmuwan bisa berkeliling berbagi ilmunya dan mendiskusikannya.  Bahasa Arab juga memiliki kontribusi tersendiri terutama penerjemahan dari berbagai bahasa ke dalam bahasa Arab memudahkan mereka mempelajarinya. Dikembangkannya kertas dari Cina oleh orang-orang Arab semakin memungkinkan pencapaian masa keemasan ini dengan mendirikan perpustakaan  di pusat pemerintahan. Dan terakhir adalah institusi Baitul hikmah yang mendukung semuanya.

George Sarton dalam bukunya “Introduction to the History of Science”, menandai masa perkembangan sains dari paruh kedua abad ke-8 hingga paruh kedua abad ke-11 sebagai berikut:

1. Masa Jabir Ibn Haiyan: mencakup paruh kedua abad ke-8.

2. Masa Al-Khwarizmi : mencakup paruh pertama abad ke-9.

3. Masa Al-Razi : mencakup paruh kedua abad ke-9.

4. Masa Al-Mas’udi : mencakup paruh pertama abad ke-10

5. Masa Abu-l-Wafa : mencakup paruh kedua abad ke-10.

6. Masa Al-Biruni : mencakup paruh pertama abad ke-11.

7. Masa Omar Khayyam : mencakup paruh kedua abad ke-11.

Masa Jabir bin Haiyan dipandang sebagai masa awal sains muslim, gerakan perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari perhatian dan minat para khalifah yang menggemari ilmu pengetahuan dan mendorong untuk mempelajarinya dengan menyediakan berbagai fasilitas dan kebijakannnya.

Penyebab runtuhnya bani Abbasiyah

3.6 Menganalisi faktor – faktor penyebab runtuhnya bani Abbasiyah

Sebagaimana dicatat dalam sejarah, masa daulah Abasiyah sekitar 5 abad lamanya, sehingga bisa dikatakan sebagai masa yang cukup lama bagi suatu dinasti kekuasaan yang mau tidak mau pasti akan bergulir kepada yang lainnya. Diantara sebab-sebab keruntuhannya adalah:

a. Sebab internal:

  1. Masa kekuasaan yang lama
  2. Perpecahan dalam keluarga besar Abasiyah karena masalah kekuasaan.
  3. Mempercayakan kekuasaan kepada para mentri dan panglima perang dari berbagai bangsa, diantaranya dari Buwaihi, Turki, Saljuk.
  4. Pengkhianatan dari wazir yang berpaham Syi’ah Rafidlah yakni Muhammad Ibn Al Alqami yang mengundang tentara Mongol untuk menyerang Baghdad.
  5. Kelemahan diri khalifah dalam mengelola negara
  6. Menumpuk harta
  7. Lemahnya pertahanan Baghdad.

b. Sebab ekternal:

  1. Pemberontakan-pemberontakan.
  2. Peperangan dengan kaum Nasrani. Perang ini dikenal dengan istilah perang Salib I dimana pasukan Nasrani hendak menguasai Baitul Maqdis atas seruan Paus Urbanus II pada tahun 489 H/1095 M, pada masa khalifah Al Mustadhhir yang langsung dihadapi oleh pasukan Bani Saljuk. Mereka dapat menguasai Baitul Maqdis dan sebagian Syam pada tahun 1099 M/493 H, pada tahun 521-541 H/1127-1146 pasukan Salib ini dilawan oleh pasukan daulah Zinkiyah dibawah pimpinan Imaduddin Zinky. Kemudian pada masa kekuasaan Ayubiyah, tampil Shalahuddin al Ayyubi 583 H/1187 M pada masa khalifah an Nashr yang melawan pasukan salib ini.

Perang Salib terjadi berulang kali hingga akhir Abbasiyah dan berlanjut lagi pada tahun 802  H/1302 M masa kekuasaan Mamaluk, pasukan Salib tunduk dan keluar dari Syam. Merupakan akhir perang Salib I.

  • Serangan bangsa Mongol yang menghancurkan Abasiyah, yang secara langsung menamatkan kekhalifahan bani Abasiyah tahun 1258 M. Berikut uraiannya.

Bani Abasiyah dan Mongol

Tartar dan Mongol merupakan dua suku yang saling mneguasai satu sama lain. Mereka tinggal di daerah gurun Gobi, wilyah Cina, Merupakan suku nomaden, yang tidak memiliki keimanan kepada Allah maupun hari akhir. Pencaharian mereka dengan menaklukkan wilayah-wilayah yang sekira dapat ditemukan apa yang menjadi kebutuhan mereka, karenanya dikenal sebagi suku barbar

Pada masa Timur Lenk sebagai pemimpin Tartar ia mampu menundukkan Mongol. Pada masa lain Jengkhis Khan pemimpin Mongol mampu menundukkan Tartar dan menyatukan kedua suku, dibawah kepemimpinan Jengkhis Khan mulai menyerang daulah Islamiyah yang berdekatan yakni Farghanah yang dibawah kekuasaan Khawarizmisyah pada tahun 606 H hingga akhirnya menuju Baghdad dibawah pimpinan cucu Jengkhis Khan yakni Hulago Khan.

Sementara itu khalifah al Musta’shim memiliki wazir/mentri dari golongan syi’ah rafidah yang mengkhianatinya, yang bernama Muayyidudin Muhammad bin al Alqami. Ada tiga langkah yang dilakukannya:

Pertama: memperlemah pasukan yang ada di Baghdad dengan mengurangi jumlahnya yang pada awalnya,menurut Ibn Katsir dalam al bidayah wan nihayah, mencapai seratus ribu pasukan hingga hanya menjadi sepuluh ribu pasukan saja.

Kedua: menyurati bangsa tartar, sebagaimana dikatakan Ibn Katsir bahwa agar segera mengambil alih Baghdad, melapangkan jalan kepada mereka untuk menundukkannya, menginformasikan kepada mereka mengenai keadaan sesungguhnya kekuatan Baghdad, menunjukkan kepada mereka kelemahan pasukan Baghdad.

Ketiga: merintangi dan menghalang-halangi berperang dengan bangsa Tartar. Dengan membuat keraguan khalifah bahwa bangsa Tartar hendak berbaikan, maka Ibn AL Alqami menyarankan agar memberikan separo pendapatan baghdad kepada tartar dan agar menemui tentara Tartar disertai 700 orang dari para hakim, para ahli fiqih, para amir/pembesar dan pangeran. Kepada tentara Tartar mengisyaratkan agar tidak menerima kesepakatan dari khalifah. Maka terjadilah kemudian pembunuhan terhadap rombongan khalifah ini. Pada awalnya tentara Tartar merasa gentar untuk membunuh khalifah, tetapi Ibn Al Alqami menghasut mereka agar membunuh khalifah yang dalam beberapa sumber disebutkan dengan cara mencekiknya atau meneggelamkannya atau memasukkannya dalam kantong kain kemudian ditendang-tendang samapi mati. Wallahu a’lam bish shawwab.

Kemudian mereka mulai menyebar ke seluruh kota Baghdad membunuh siapa saja yang ditemui, laki-laki wanita, tua muda, anak-anak maupun orang tua, kecuali ahlu dzimmah dari orang yahudi dan nasrani dan mereka yang masuk rumah Ibn Al Alqami. Ibn Katsir mengatakan: pembunuhan oleh tentara Tartar terhadap kaum muslimin Baghdad berlangsung selama 40 hari. Setelah 40 hari itu Baghdad menjadi bumi yang kosong luluh lantak, tidak ada orang kecuali orang yang tidak waras. Korban tewas di jalanan bertumpuk seperti bukit. Saat hujan mengguyur korban tewas ini maka semakin rusak jasad mereka dan menimbulkan bau anyir yang sangat hebat, udara menjadi terkontaminasi bahkan hingga ke negeri Syam. Menjadikan banyak makhluk mati, banyak epidemi, penyakit merajalela, bahkan mereka yang keluar dari persembunyiannya dengan cepat menyusul mereka yang telah mati karena penyakit dan udara yang telah terkontaminasi. Pembunuhan ini mencapai 800 ribu, ada yang mengatakan 1.800.00 jiwa ada yang mengatakan lebih dari 2 juta jiwa.

Bahkan tentara Tartar juga menghancurkan perpustakaan terbesar di dunia saat itu, mereka membakar perpustakaan itu dan membuang bukunya di sungai Dajlah sehingga berubah warnanya menjadi hitam karena tinta buku, bahkan disebutkan pasukan kuda mereka menyeberangi satu sisi sungai ke sisi lainnya melewati tumpukan buku yang dibuang di sungai Dajlah tersebut.

Tujuan Ibn AL Al Qami berkhianat adalah ingin menghilangkan semua kaum muslimin pengikut ahlusunnah dan memenangkan pengikut syiah Rafidhah, menggantikan masjid dan sekolah-sekolah dengan masjid dan sekolah yang menyebarkan paham syi’ah Rafidah. Namun upaya ini gagal karena Ibn al Alqami dan anaknya meninggal beberapa bulan kemudian setelah peristiwa penyerangan terhadap Baghdad ini.

Pada pertengahan Muharram di 656 H / 1258 M, pasukan Tartar yang dipimpin Hulago Khan membumihanguskan Baghdad.Tamatlah Baghdad

Sistem pemerintahan bani Abbasiyah

3.5 Memahami karakteristik umum sistem pemerintahan bani Abbasiyah

A. Masa kekuasaan di tangan para khalifah Abasiyah

B. Masa kekuasaan di tangan at tark

Agak berbeda dengan masa Umawiyah yang lebih berfokus pada masalah admnistrasi kenegaraan, perluasan wilayah, sedangkan masa Abasiyah lebih berfokus pada pengembangan peradaban, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Pada masa kekuasaan di tangan khalifah, semua urusan kepemerintahan berada dibawah kendali langsung khalifah baik wazir, wakil khalifah, gubernur dan sebagainya. Sedangkan pada masa kekuasaan tidak ditangan khalifah penuh, maka khalifah tidak sepenuhnya mengendalikan urusan kepemerintahan, tetapi dikendalikan amir umara.

Pemerintahan Harun al Rasyid

3.4 Mendiskripsikan prestasi kultural masa pemerintahan Harun al Rasyid

& Pribadi dan akhlak Harun ar-Rasyid Harun Ar Rasyid lahir di Raiyi 145 H, putra khalifah Al Mahdi dari istrinya yang bekas hamba sahaya bernama: Khaizuran, dilantik oleh bapaknya beserta saudaranya Al Hadi. Harun Ar Rasyid salah seorang  khallfah yang paling dihormati, suka ercengkrama, alim dan sangat dimuliakan, beliau berselang-seling menunaikan haji dan turun ke medan. Beliau bersembahyang seratus rakaat setiap hari dan pergi menunaikan haji dengan berjalan kaki. sangat rahim dan pemurah berhubung dengan harta benda yang dipunyainya. Beliau tidak menyia-nyiakan kebaikan orang kepadanya dan tidak pernah menangguh-nangguh membalasnya. Beliau menyukai syair dan para penyair serta gemar tokoh—tokoh sastra dan ilmu fiqh, malah beliau sangat menghormati dan merendah diri  kepada alim-ulama. Beliau khalifah yang sangat mencintai istrinya yang juga sepupunya sendiri bernama Zubaidah binti Jakfar al Manshur. Ketika Al Hadi menawarkan suatu daerah besar dengan syarat Harun Al Rasyid mau melepaskan jabatan putra mahkota, tawaran dini setujui Harun Ar Rasyid dengan mengatakan, “apabila aku berada di Haniyi dan Mariyi berdua beserta (istriku) sepupuku, tiada lagi yang aku mau”. Demikianlah kedudukan istrinya: Zubaidah setara dengan jabatan khalifah itu sendiri.

Salah satu kanal yang dibangun Zubaidah untuk air minum jama’ah haji di kaki gunung Arafah

http://mosaicofmuslimwomen.com/2011/12/then-queen-zubaida-bint-jafar-al-mansour/

Harun Ar Rasyid dan masalah putra mahkota: melantik Al Amin, Al Makmun dan Al Qasim sebagai putra mahkota.

Al Amin di lantik oleh Harun Ar Rasyid pada tahun 175 H, dari istri Harun Ar Rasyid yang juga sepupunya sendiri yang bernama Zubaidah.

Al Makmun, anak Harun Ar Rasyid dari bekas hamba sahaya yang bernama Marajil, dilantik oleh Harun Ar Rasyid dicadangkan untuk menggantikan sebagai putra mahkota setelah al Amin yakni tahun 182 H, dengan wilayah kekuasaan Khurasan hingga Hamdan.

Al Qasim juga dilantik setelah melantik al Makmun, yang juga dicadangkan kelak menggantikan al Makmun sendiri.

Sedikit disinggung masa al Makmun, ia melantik saudaranya sendiri yakni al Mu’tashim sebagai putra mahkota daripada anaknya sendiri. Alasannya adalah dalam pandangan al Makmun, jabatan khalifah bukan keturunan tetapi kepentingan umat, maka yang mampu menjabatlah yang dilantik, yakni Al Mu’tashim karena lebih cerdas dan lebih berani dibanding anaknya sendiri. dalam sejarah Ada kisah legendaris Al Mu’tashim yang menggerakkan pasukkannya menuju Amuria membela kehormatan seorang wanita muslimah yang dilecehkan oleh seorang tentara Bizantium.

Al Makmun seorang khalifah yang sangat pemaaf, tidak suka hiburan-hiburan dan nyanyian-nyayian tetapi lebih fokus membangun negara yang hampir robah, ia sangat mencintai buku-buku dan fokus mengembangkan ilmu pengetahuan. Pada masanya Baitul Hikmah dipenuhi berbagai karya-karya ilmu pengetahuan asing  dan terjemahannya serta karya-karya hasil pengembangan dan penelitian ilmu pengetahuan. Filusuf besar pada masa ini misalnya Al Kindi, sedangkan Al Hajjaj bin Yusuf telah menerjemahkan untuk Al Makmun karya Euclides dan Ptolomey dari Yunani.

Pada masa Al Makmun juga terjadi pertumbumbuhan pemikiran keagamaan yang melesat jauh, hingga menimbullkan diskusi panas mengenai keberadaan Al Qur’an : makhluk atau bukan. Perkara ini yang menimbulkan persengketaan sengit dengan Imam Ahmad bin Hanbal yang menolak Al Qur’an sebagai makhluk (diciptakan), sebaliknya kaum Mu’tazilah mengatakan Al Qur’an sebagai makhluk, sementara Al Ma’mun sebagai khalifah yang juga mengurusi urusan agama kaum muslimin lebih memilih pandangan bahwa Al Qur’an adalah makhluk.

Al Makmun juga menundukkan Ibrahim bin al Mahdi yang memberontak. Ia juga mengalahkan Al fadl bin Ar Rabi’ yang bersekongkol dengan khalifah al Amin untuk mencopot gelar putra mahkota Al Makmun. Yang pada akhirnya Al Amin dapat dikalahkan hingga terbunuh. Sehingga Al Makmun menguasai seluruh wiliayah Abbasiyah.

Beberapa prestasi Harun Ar Rasyid adalah:

  1. Harun Ar Rosyid menggantikan saudaranya al Hadi pada tahun 170 H. Mereka berdua anak dari Khaizuran, istri khalifah al Mahdi. Pada masa bapaknya, Al Mahdi yang menghadapi provokasi Byzantium terhadap wilayah perbatasan Islam, Harun Ar rosyid diperintahkan   memimpin bala tentara sebanyak seratus ribu orang pejuang untuk melancarkan serangan ini. Harun ar Rasyid disertai oleh seorang panglima yang agung, Yazid bin Mazyad as-Syaibani. Dalam serangan tersebut tentara kaum Muslimin telah mencapai kemenangan. Harun ar-Rasyid beserta tentaranya berhasil tiba di Teluk Konstantinopel (selat Bosporus), dan menimbulkan ketakutan kepada Irene, janda Leu IV, yang memerintah atas nama anaknya yang belum dewasa. Irene meminta perdamaian. Permintaannya diterima dan kerajaannya dikenakan bayaran jizyah 70,000 dinar setiap tahun, menyediakan pemandu-pemandu dan pasaran-pasaran untuk kepentingan tentara kaum Muslim semasa dalam perjalanan pulang.
  2. Saat Harun Ar Rosyid menjadi khalifah peristiwa ini terulang kembali, saat Ireni ditundukkan oleh Nicephore; panglima perangnya sendiri yang tidak puas terhadap kebijakan Irene. Nicephore yang baru naik tahta mengirim surat kepada harun Ar Rosyid yang bunyinya,” Dari Nicephore, Raja Roma kepada Harun ar—Rasyid. “Sesungguhnya wanita itu telah menjadikanmu rajanya dan menempatkan dirinya sebagai rakyatmu. Ketahuilah bahwa aku sekarang inilah raja dan engkau menjadi rakyat. Bayarlah kepadaku apa yang dibayar oleh wanita itu kepadamu”. Harun Ar Rasyid menjadi geram kemudian membalasnya, “Dari hamba Allah Harun Amirul Mu’minin kepada Nicephore anjing Roma. Sesungguhnya aku telah paham isi suratmu. Dan jawabannya ialah apa yang engkau lihat bukan apa yang engkau dengar. Selamat sejahtera atas siapa yang mengikut petunjuk”. Lantas Khalifah memimpin pasukannya mengepung Hiraqlah tempat Nicephore, hingga takluk dan bersedia membayar jizyah 50.000 dinar.
  3. menjalin hubungan baik dengan kerajaan lain. Ehsan Masood mencatat khalifah Harun Ar Rasyid membangun hubungan baik dengan Charlemagne, raja dari kerajaan Franks dan kaisar dari kekaisaran Romawi 742 – 814 M. Pada 801 M, ia mengirimi Charlemagne gajah yang dinamai Abul Abbas, menyebabkan sensasi di jalan-jalan Aix-la-Chapelle. Khalifah juga mengirimkan raja Charlemagne gading tanduk ukir, nampan dan kendi emas, satu set catur, lilin dengan dudukan kuningan dan sebuah jam air yang mengejutkan setiap orang yang melihatnya dan mendengarnya.
  4. Prestasi kultural lainnya adalah membangun sarana percetakan yakni dengan dikenalkannya industri kertas di dunia Arab pada tahun 797 M, sehingga didirikan industri percetakan sebagai perusahaan yang canggih masa itu.
  5. Mendukung pengembangan sastra, diantara yang karya sastra monumental yang berjudul Seribu Satu Malam/The Thousand and One Nights/alfu lailin wa lailah. Karya ini bisa dipandang sebagai gambaran betapa indah dan megahnya Baghdad dan istananya, pada masa Harun Ar Rasyid Baghdad merupakan kota yang makmur, penduduknya merasakan tinggal di kota terbaik di dunia Islam. Pada saat Harun berhasil membanguun Baghdad sebagai kota terbesar di dunia di luar Cina. Baghdad yang telah didirikan oleh Mansur di 762 M dan mengalami pertumbuhan yang fenomenal. Dengan pemerintahan Harun itu sudah berkembang jauh melampaui awal Al Mansur membangunnya, menjadi lebih luas, lebih berkembang, lebih metropolis dari yang direncanakan, meluas di kedua sisi sungai Tigris. Baghdad pada masanya dikembangkan dengan cita rasa inspirasi dari al qur’an mengenai taman kekal (jannatul Khuld) dan taman kedamaian (darus salam) dengan berbagai taman, kebun, sungai-sungai, maghligai yang indah-indah.

Prestasi lainnya adalah pembaruan antara Arab dan non Arab terutama keluarga Baramikah (Barmakhid) yakni Khalid bin Yahya hingga keempat anaknya, Fadl bin Yahya, Jakfar bin Yahya,

Pemerintahan Abu Jakfar al Mansur

3.3 Menganalisis kebijakan – kebijakan pemerintahan khalifah kedua pemerintahan Abbasiyah (Abu Jakfar al Mansur)

Pribadi Abu Jakfar Al Manshur.

Ibnu Thabatiba mengatakan ia  raja yang agung, tegas bijaksana, alim, berpikiran  cerdas, pemerintahannya rapi, amat disegani dan baik budi pekerti. Kalau mengenakan‘ pakaian dan keluar ke majelis umum, warna wajahnya berubah, kedua matanya kelihatan merah dan turut berubah semua sifat-sifatnya.

Yazid bin Umar bin Hubairah mengatakan mengenai al—Mansur : “Aku tidak pernah menjumpai seorang laki—laki di masa perang atau damai yang siap-siaga, lebih bijak dan sadar daripada al—Mansur.

Mengapa Abu Ja’far Al Mansur? Ia dipandang sebagai the real founder (peletak dasar utama) bagi daulah abasiyah, padahal ia merupakan khalifah kedua, hal ini disebabkan karena upayanya yang besar untuk meletakkan dasar-dasar bagi kekhalifahan keluarga Bani Abas selanjutnya dan upayanya menegakkan kehebatan, stabilitas yang kokoh daulah Abasiyah. Untuk mencapai itu ada beberapa hal yang menjadi kebijakan dan kerja Abu Ja’far al Mansur. DR Ra’d al Anbaki[1] mencatat kebijakan Abu Ja’far sebagai berikut:

  1. Menjamin keamanan dan stabilitas negara dari pemberontakan dan pergolakan.
  2. Membangun Baghdad sebagai ibukota daulah Abbasiyah
  3. Dukungan pengembangan keilmuan dan kedekatan dengan ahli ilmu
  4. Memperhatikan persoalan ekonomi, pendapatan negara, administrasi negara.
  5. Memperhatikan urusan ketentaraan.

Abu Ja’far al mansur membangun Baghdad selama 4 tahun (145-149 H), ia namakan Baghdad sebagai kota damai (madinatus salam/darus salam). Baghdad dibangun secara berkeliling dengan pagar besar dan memiliki empat gerbang yakni gerbang Syam, gerbang Kufah, gerbang Bashrah dan gerbang Khurasan. Di dalamnya ia bangun masjid Al Mansur, kantor-kantor pemerintahan, perumahan rakyat dan tentara. Secara singkat Baghdad dapat digambarkan sebagai kota besar, dengan jalanan lebar bersih, sarana air bersih, dan keamanan terjamin.

Ia sendiri yang meletakkan pondasi batu pertama pembangunan Baghdad seraya berdoa:

باسم الله، والحمد لله، وإن الأرض لله يورثها من يشاء من عباده والعاقبة للمتقين. ثم قال: ابنوا على بركة الله.

Selanjutnya pelaksanaan pembangunan dibawah pengawasan Imam Abu Hanifah An Nu’man. Menghabiskan 5 milyar dirham, membutuhkan 4 tahun untuk membangunnya dan melibatkan 100.000 arsitek, pengrajin dan pekerja.

Selanjutnya ia juga membangun kota Rashafah dan Rafiqah untuk anaknya yakni al Mahdi sebagai gambaran kota Baghdad pada tahun 151 H.

Ia juga membangun pusat perekonomian yakni pasar “al Karkh” di luar tembok Baghdad yang merupakan contoh terbaik. Ia juga menggalakkan pertanian, hasil produksi kerajinan dan ketrampilan. Ia juga  menjamin keamanan jalur perdagangan laut dari kawasan teluk Arab hingga China dari perompak laut, pasukannya dapat menumpas perompak ini pada tahun 153 H.

Dalam bidang pengembangan keilmuan masa Abu Ja’far Al Mansur mencapai puncak peradaban, kebudayaan dan kegiatan keilmuan dunia Islam dari ilmu sastra, sains, astronomi, geografi, kimia, matematika hingga ilmu-ilmu syari’at. Secara khusus Abu Ja’far mendirikan perpustakaan yang dinamai “Baitul Hikmah” dan sekolah al Mustanshiriyah.


[1] http://www.algardenia.com/maqalat/4863-2013-06-11-10-31-54.html

peta wilayah Hamimah dan sekitarnya

peta kota baghdad masa Abasiyah

Pintu gerbang sisi timur kota Baghdad masa Abasiyah

Fase pemerintahan bani Abbasiyah di Baghdad

# 3.2 Mengklasifikasikan fase-fase pemerintahan bani Abbasiyah di Baghdad

a. A. Syalabi dalam buku Sejarah dan Kebudayaan Islam 3 membagi periode Daulah Abasiyah menjadi 3:

1. 132-232 H : kekuasaan sepenuhnya ditangan para khalifah, sebagai masa keemasan.

2. 232-690 H: kekuasaan ketika tidak berada ditangan khalifah Abbasiyah, ada tiga kekuasaan pada fase ini yakni:

( 1) kaum Turki (232-334 H),

(2) Bani Buwaihi (334-447 H),

(3) Bani Saljuk (447-590 H).

3. 590-656 H: setelah bani Saljuk melemah, urusan pemerintahan diurus oleh banyak kelompok ada yang bergelar Syah dan Atbak/atabik, saat itulah kekuasaan di tangan khalifah Abasiyah tetapi hanya wilayah Baghdad dan sekitarnya, hingga runtuh karena serangan tentara Mongol.

b. Sementara Josef W. Meri (ed) dalam Medieval Islamic Civilization An Encyclopedia Volume 1, membagi periode Daulah Abasiyah :

(1) 750–945 M, “masa keeemasan” pemerintahan Abasiyah hingga masa awal kelemahannya.

(2) 945–1258 M, periode setelah Abasiyah kehilangan otonominya yang berpindah ketangan para panglima perang di berbagai wilayah hingga berakhirnya Abasiyah ditangan Mongol sebagai akhir kekhalifahan Abbasiyah tahun 1258 M.

Sejarawan Barat yang bernama Josef W. Meri membagi kekuasaan Abbasiyah menjadi dua periode, berdasar apakah pembagiannya? A) otonomi kekuasaan kekhalifahan. B) wilayah kekuasaan. C) pasang surut pemerintahan. D) capain puncak peradaban.

Menurut Josef W. Meri, apakah yang menjadi dasar periode kedua Abbasiyah? A) tatkala Abbasiyah kehilangan otonominya sebagai pemegang kekuasaan kekhalifahan. B) saat Abbasiyah mencapai puncak kejayaan. C) saat Abbasiyah mengalami surut. D) saat Abbasiyah ditundukkan Mongol.

c. Ada pula yang membagi menjadi empat periode:

1. Sejak ditumbangkannya bani Umayah tahun 133 H – 232 H/750 M-857 M.

Masa ini diawali sejak Abu Abbas menjadi khalifah (132 H/750 M) dan berlangsung selama satu abad hingga meninggalnya Khalifah al-Watsiq (232 H/847 M). Periode ini dianggap sebagai zaman keemasan Dinasti Abbasiyah, Hal ini disebabkan keberhasilannya dalam berbagai bidang, terutama ilmu pengetahuan dan memperluas wilayah kekuasaan. Wilayah kekuasaannya membentang dari Laut Atlantik hingga Sungai Indus dan dari Laut Kaspia hingga ke Sungai Nil. Pada masa ini, ada sepuluh orang khalifah Dinasti Abbasiyah yang cukup berprestasi dalam penyebaran Islam. Mereka adalah Khalifah Abu Abbas as-Safah (750-754 M), al-Mansur (754–775 M), al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (785-786 M), Harun ar-Rasyid (786-809 M), al-Amin (809 M), al-Ma’mun (813-833 M), Ibrahim (817 M), al-Mu’tasim (833-842 M), dan al-Watsiq (842-847).

2. Sejak pengaruh Turki menguasai khalifah al Mustakfi Billah 223H – 344 H/ 857 M – 945 M.

Masa ini ditandai dengan bangkitnya pengaruh Turki, yakni sejak kekhalifahan al-Mutawakkil para jenderal yang berasal dari Turki berhasil mengontrol pemerintahan. Pada masa ini khalifah hanya sebagai simbol kekuasaan saja sedangkan kekuasaan kepemerintahan berada ditangan para jendaral Turki.

Masa kekuasaan periode ini dinamakan masa disintegrasi. Disintegrasi yang pada akhirnya menjalar ke wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu, banyak daerah yang mernisahkan diri dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah dan menjadi wilayah yang. merdeka, misalnya Spanyol, Persia, dan Afrika Utara.

Pada periode ini terdapat tiga belas khalifah, yaitu al-Mutawakkil (847-861 M), al-Muntasir (861-862 M), al-Musta’in (862-8.66 M), al-Mu’taz (866-869 M), al-Muhtadi (869-870 M), al-Mu’tarnid (870-892 M), al-Mu’tadid (892-902 M), al-Muktafi (902-908 M), al-Muqtadir (908-932 M), al-Qahir (932-934 M), ar-Radi (934-940 M), al-Muttaqi (940-944 M), dan al-Muktafi (944-946 M).

3. Sejak pengaruh Buwaihi dari Persia mempengaruhi kekuasaan khlaifah Abasiyah 334 H – 447 H/945-1055 M.

Untuk menjaga keselamatan, khalifah meminta bantuan klan Buwaihi. Dinasti Buwaihi cukup kuat dan berkuasa karena mereka masih menguasai Bagdad, yang merupakan pusat dunia Islam dan lokasi kediaman khalifah Abbasiyah. Masa ini kekuasan wilayah daulah Abasiyah terpecah-pecah menjadi kekuasaan mandiri yang lepas dari Baghdad, menjadi dinasti kecil-kecil.  (1) Dinasti Buwaihi di Persia (932-1055 M), (2) Dinasti Samaniyah di Khurasan (874-965 M), (3) Dinasti Hamdaniyah di Suriah (924- 1003 M), (4) Dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030 M), (5) Dinasti Fatimiyah di Mesir (969-1171 M), dan (6) Dinasti Gaznawi di Afganistan (962-1187 M).

4. Sejak pengaruh Saljuk menguasai kekuasaan khalifah Abasiyah 447 H – 656 H/1055 M- 1258 M

Saljuk merupakan rumpun suku – suku Oghuz Turki yang berasal dari Asia Tengah. Masa ini diawali ketika suku Saljuk mengambil alih pemerintahan dan mengontrol kekhalifahan Abbasiyah pada tahun 447 H/1055 M. Masa Saljuk berakhir pada tahun 656 H/1258 M, yaitu ketika tentara Mongol menyerang serta menaklukkan Bagdad dan hampir seluruh dunia Islam, terutama bagian timur, Pada masa ini, ada 12 belas khalifah Abbasiyah. Nama- nama dan tahun mereka naik takhta adalah sebagai berikut: al-Qa’im (1031-1075 M), al-Muqtadi (1075-1094 M), al-Mustazir (1094-1118 M), al-Mustarsid (1118-1135 M), ar-Rasyid (l 135-1136M), al-Muqtafi (l 136-1160M), al-Mustanjid (1160-1170 M), al-Mustadi (1170-1180 M), an-Nasir (1180- 1225 M), az-Zahir (1225-1226 M), al-Mustansir (1226-1242 M), al-Musta’sim (1242-1258 M).

Apakah tanda pengaruh Turki kedua terhadap kekuasaan Abbasiyah? A) para jendaral Turki mengambil alih kekuasaan kekhalifahan Abbasiyah. B) Suku Saljuk Turki mengambil alih kekuasaan pemerintahan Abbasiyah. C) Suku Mongol mengambil alih Baghad. D) suku Buwaihi Turki mengambil alih Baghdad.

Gambar peta dunia Islam 750 M, warna kuning

Daftar para khalifah Abasiyah:

NoNamaGelarTahun
1.Abu al-Abbas Abdullah bin Muhammadal-Saffah132-136 H / 749-754 M
2.Abu Ja‘far Abdullah (2) bin Muhammadal-Manshur136-158 H / 754-775 M
3.Abu ‘Abdullah Muhammad bin Abdullahal-Mahdi158-169 H / 775-785 M
4.Abu Muhammad Musa bin Muhammadal-Hadi169-170 H / 785-786 M
5.Abu Ja‘far Harun bin Muhammadal-Rasyid170-193 H / 786-809 M
6.Abu Abdullah Muhammad bin Harunal-Amin193-198 H / 809-813 M
7.Abu Ja‘far ‘Abdullah bin Harunal-Ma’mun198-218 H / 813-833 M
8.Abu Ishaq Muhammadal-Mu‘tashim218-227 H / 833-842 M
9.Abu Ja‘far Harunal-Watsiq227-232 H / 842-847 M
10.AbuFadl Ja‘faral-Mutawakkil232-247 H / 847-861 M
11. Abu Ja‘far Muhammadal-Muntashir billah247-248 H / 861-862 M
12. Abu al-Abbas Ahmadal-Musta’in billah48 -252 H / 862-866 M
13. Abu ‘Abdullah Muhammadal-Mu‘taz billah252-255 H / 866-869 M
14. Abu Ishaq Muhammadal-Muhtadi billah255-256 H / 869-870 M
15. Abu al-‘Abbas Mahmudal-mu‘tamid ‘alallah256 -279 H / 870-892 M
16. Abu al-‘Abbas Mahmudal-mu‘tadid billah279-289 H / 892-902 M
17. Abu Muhammad ‘Alial-Muktafi billah902-295 H / 902-905 M
18. Abu Fadl Ja‘faral-Muqtadir billah295-320 H / 905-932 M
19. Abu Mansur Muhammadal-qahir billah320-322 H / 932-934 M
20. Abu al-Abbas Ahmadal-Radi billah322-329 H / 934-940 M
21. Abu Ishaq Ibrahimal-Muttaqi billah329-333 H / 940-944 M
22. Abu al-Qasim ‘Abdullahal-Mustaqfi billah333-334 H / 944-946 M
23. Abu al-Qasim al-Fadlal-Muthi‘ lillah334-363 H / 946-974 M
24. Abu al-Fadl ‘Abd al-Karimal-Thai’ lillah363-381 H / 974-991 M
25. Abu al-Abbas Ahmadal-Qadir billah381-422 H / 991-1031 M
26. Abu Ja‘far ‘Abdullahal-Qa’im bi’amrillah422-467 H / 1031-1075 M
27. Abu Abual-Qasim ‘Abdullah al-Muqtadi467-487 H / 1075-1094 M
28. Abu Abbas Ahmadal-Mustzhir billah487-512 H / 1094-1118 M
29. Abu Mansur al-Fadlal-Mustarshid billah512-529 H / 1118-1135 M
30. Abu Ja‘far al-Mansural-Rashid billah529-530 H / 1135-1136 M
31. Abu ‘Abdullah Muhammadal-Muqtafi li’amrillah530-555 H / 1136-1160 M
32. Abu al-Muzaffar Yusufal-Mustanjid billah555-566 H / 1160-1170 M
33. AbuMuhammad al-hasanal-Mustadi’ bi’amrillah566-575 H / 1170-1180 M
34. Abu alAbbas Ahmadal-Nashir lidinillah575-622 H / 1180-1225 M
35. Abu Nasr Muhammadal-zahir bi’amrillah622-623 H / 1225-1226 M
36. Abu Ja‘far al-Mansural-Mustanshir bi’amrillah623-640 H / 1226-1242 M
37. Abu Ahmad ‘Abdullahal-Musta‘shim billah40-656 H / 1242-1258 M

Lahirnya bani Abbasiyah di Baghdad

# 3.1 Menganalisis Proses lahirnya bani Abbasiyah di Baghdad

Berdasar buku Sejarah Kebudayaan Islam 3 karya A. Syalabi, Daulah Abasiyah tidak serta merta berdiri menggantikan daulah Umawiyah. Diawali dari sejarah panjang mengenai pengganti Rasulullah yang meneruskan kepemimpinan, yang pada intinya ada berbagai pandangan mengenai orang yang berhak menggantikan Rasulullah, terlepas dari pro dan kontra, sejarah mencatat masa khulafaurosyidin, masa daulah Umawiyah dan kemudian masa Daulah Abasiyah.

Latar belakangnya Perpindahan dari Umawiyah ke Abasiyah tidak terlepas dari pandangan tersebut, di mana Abas bin Abdul Muthalib sebagai paman Rasulullah, maka keturunannyapun merasa berhak untuk menjadi pemimpin meneruskan kepemimpinan Rasulullah terhadap kaum muslimin. Ada dua fase yang mengiringi lahirnya daulah Umawiyah:

  1. fase pergerakan rahasia
  2. fase pergerakan terang-terangan.

Fase pertama dimulai tahun 100 H hingga tahun 127 H, saat bani Umayah berkuasa menjadi khalifah, ada pula Bani Hasyim yang menghendaki kekuasaan kekhalifahan. Dalam perkembangannya Bani Hasyim ini terdiri dari dua kelompok besar yakni golongan Alawiyah dan Abasiyah yang sama-sama ini berkehendak menjadi khalifah, tetapi yang sangat nampak keinginannya adalah dari golongan alawiyah.

Golongan Abasiyah dipimpin oleh Ali bin Abdullah bin al Abbas yang lebih suka berdamai dengan dengan khalifah Al Walid bin Abdul Malik yang meghadiahinya negri kecil Hamimah.

Golongan Alawiyah dipimpin oleh Abu Hasyim bin Muhammad bin Al Hanifah. Dia salah satu pemimpin kelompok Alawiyah dari golonngan Kaisani yang awalnya menentang keras Bani Umawayah namun kemudian berdamai dan disambut baik oleh khalifah Hisyam bin Abdul Malik, namun khalifah Hisyam bimbang dan iri hati atas kedudukan Abu Hasyim yang disegani, lantas khalifah Hisyam mengutus seseorang untuk meracuni Abu Hasyim saat hendak ke Madinah. Karena menderita sakit, Abu Hasyim berbelok ke Hamimah menemui Ali bin Abdullah bin al Abbas dan mewasiatkan kepadanya pengikutnya: sekolompok para Syi’ah agar ia memimpin mereka, maka berpindahlah pimpinan gerakan kepada kelompok Abasiyah.

Ali bin Abdullah bin Al Abbas sendiri pada dasarnya juga berdamai dengan khalifah Al Walid bin Abdul Malik, sehinigga aktifitas gerakan menentang bani Umayah lebih banyak dilakukan oleh anaknya yang bernama Muhammad bin Ali. Ia yang menggerakkan kader-kadernya di Hamimah, Kufah dan Khurasan. Muhammad bin Ali meninggal tahun 125 H, kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Ibrahim bin Muhammad bin Ali yang melanjutkan gerakan menentang bani Umayah, saat Marwan bin Muhammad jadi khalifah ia merasakan adanya penentangan terhadap kekuasaannya, atas penyelidikannya maka ditanggaplah Ibrahim bin Muhammad bin Ali, dipenjarakan di Harran hingga wafat, tetapi Ibrahim telah menyadari akan posisi dirinya sehingga ia menyerahkan tugas memimpin gerakan kepada saudaranya yakni ABUL ABBAS ABDULLAH BIN MUHAMMAD, yang melanjutkan gerakannya di Kufah disertai Saudaranya Abu Ja’far Al Manshur.

Fase kedua dimulai tahun 127 H. Ketika pada pergerakan Abasiyah di Hamimah mulai menunjuk salah satu tokoh pendukungnya yakni Abu Muslim Al Khurasani salah seorang tokoh dari Khurasan. Untuk memimpin para pejuang rakyat Khurasan melawan bani Umayah.

Pada tahun 132 H pasukan dari Khurasan ini tiba di Kufah, begitu pula rombongan Abul Abbas dari Hamimah tiba di Kufah. Di sinilah salah seorang panglima Ahmad bin Ibrahim al Hamidi (Abu Hamid assamarqandi) membaiat Abu Abbas sebagai khalifah dan diikuti oleh panglima-panglima lainnya. Kemudian Abu Abbas pergi ke masjid untuk berpidato ke pada masyarakat umum dan menerima bai’at mereka (sumpah setia). Lantas melantik panglima-panglima pasukannya dan gubernur-gubernur di daerah yang mematuhinya.

Dua hal yang harus ditundukkan oleh Abul Abbas untuk menegakkan daulah Abasiyah yakni Khalifah Marwan bin Muhammad dari Bani Umayah yang masih bertahan dan gubernurnya yakni Yazid bin Umar bin Hubairah di Wasit.

Pertama Abul Abbas mengirim pasukannya dibawah komando pamannya yakni Abdullah bin Muhammad untuk menentang khalifah Marwan Bin Muhammad, hingga kedua pasukan bertempur di lembah sungai Al Zab anak sungai Dajlah (Tigris). Khalifah Marwan dapat dipukul mundur hingga ke Harran, mundur lagi ke Qinnisirin utara Syiria, ke Hims dan Damaskus, tetapi terus diburu oleh Abdullah bin Muhammad dan pasukannya, hingga khalifah Marwan bin Muhammad terus mundur ke Palestina dan Mesir. Saat inilah Abdullah bin Muhammad menetap di Syam dan memerintahkan saudaranya yakni Saleh bin Ali untuk membawa pasukan mengejar khalifah Marwan bin Muhammad, terjadilah pertempuran antara pasukan Salih bin Ali dengan khalifah Marwan bin Muhammad di di Mesir ini yakni di kampung Busir di daerah bani Suweif, hingga khalifah Marwan bin Muhammad tewas.

Gambar Peta Hamimah dan sekitarnya

Kedua dimulai dari perlawanan Abu Muslim dengan tentara dan komandannya terhadap gubernur bani Umayah: Nashr bin Saiyar di Khurasan di daerah Marwu pada tahun 130 H, kemudian Abu Muslim tinggal di Marwu ini dan meminta komandannya yakni Qahtabah bin Syubaib at-Tha’ie untuk terus menyerang ke wilayah Irak yang dikuasai oleh gubernur bani Umayah: Yazid bin Umar bin Hubairah, hingga saat Qahtabah bin Syubaib at-Tha’ie mati digantikan anaknya al Hasan bin Qahtabah terus menyerang Yazid bin Umar bin Hubairah yang bertahan di benteng kota Wasit selama 11 bulan, hingga akhirnya menyerah ketika mendengar kabar bahwa khalifah bani Umayah Marwan Bin Muhammad telah tewas.

Dengan terbunuhnya khalifah Marwan bin Muhammad maka berakhirlah daulah Umawiyah dan Abul Abbas menjadi khalifah daulah Abasiyah yang baru berdiri, nama ini dinisbatkan kepada Al Abbas paman Nabi Muhammad, yakni Abbas bin Abdul Muthalib. Abul Abbas Abdullah bin Muhammad bin Ali ( yang lebih dikenal sebagai Abu Abbas Assafah) sebagai khalifah pertama dari tahun 132 – 136 H/ 750-754 M. Gelar As Safah dikatakan sendiri oleh Abul Abbas yang berarti tidak segan menumpas dan mengalirkan darah penentanganya, termasuk menumpas habis keluarga Umawiyah, Abd al-Rahman ibn Mu’awiya ibn Hisham ibn Abd al-Malik ibn Marwan yang selamat dari penumpasan As Safah yang menyeburkan diri berenang menyeberangi sungai Eufrat yang ganas, menghindari kejaran pasukan berkuda As Safah, menuju Andalusia (Spanyol), ia kemudian dijuluki Abdurahman ad Dakhil/ Saqr Quraisy. Abul Abbas tidak menunjuk putra mahkota, tetapi menunjuk penerusnya dengan pertimbangan kecakapan dan kemampuan memimpin, maka Abul Abbas menunjuk Abu Ja’far (al Mansur) saudara sebapaknya untuk menggantikan dirinya sebagai khalifah. Abul Abbas meninggal pada tahun 136 H di kota Anbar.